Rekam Jejak Feri Amsari Yakin Kerusuhan Ditunggangi Oknum Aparat, Bikin Heboh di Pemilu 2024
Feri Amsari adalah narator utama dalam film dokumenter Dirty Vote, tayang saat momen Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
TRIBUN-TIMUR.COM - Kerusuhan di berbagai daerah Indonesia ditunggangi oknum aparat.
Hal itu disampaikan Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari.
Feri Amsari menyoroti masifnya aksi unjuk rasa yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
Feri Amsari adalah narator utama dalam film dokumenter Dirty Vote, tayang saat momen Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dirty Vote membahas dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024, terutama terkait praktik penyalahgunaan kekuasaan dan potensi ketidaknetralan aparat serta penyelenggara pemilu.
Feri menegaskan, penanganan aksi publik harus dilakukan dengan cara yang demokratis, bukan melalui pendekatan militer.
Feri mengingatkan adanya indikasi upaya mendorong situasi menuju darurat militer.
Menurutnya, hal tersebut tidak diperlukan dan justru berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
“Saya pikir yang perlu diperhatikan adalah upaya-upaya militer untuk masuk ke dalam darurat militer yang sangat-sangat tidak diperlukan. Itu hanya memancing kedaulat sipil menjadi daulat militer,” kata Feri, kepada Tribunnews.com, Minggu (31/8/2025).
Ia juga menekankan pentingnya menjaga aksi mahasiswa dan masyarakat sipil tetap damai, rapi, dan tidak ditunggangi kepentingan sesaat yang dapat merusak demokrasi bangsa.
Selain itu, Feri menilai tindakan-tindakan anarkis, seperti pembakaran dan kerusuhan, kerap ditunggangi oleh oknum aparat yang tidak ingin demokrasi Indonesia berkembang sehat.
“Pelaku kerusuhan pembakaran itu tindakan-tindakan yang ditunggangi oleh aparat tertentu. Yang tidak ingin demokrasi berjalan sehat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Feri menyoroti sikap Presiden RI Prabowo Subianto, menurutnya, presiden harus mengingatkan aparat agar tidak melakukan kekerasan terhadap massa aksi.
“Aparat boleh melindungi diri dengan perangkat yang ada, tapi bukan untuk memukul atau melukai publik," kata dia.
"Sikap presiden yang merangkul dengan melindungi rakyat, itulah yang ditunggu publik, bukan sikap yang menakut-nakuti,” tegasnya.
Feri berharap pemerintah mampu menjaga stabilitas dengan cara yang damai, serta memastikan hak-hak masyarakat sipil tetap terlindungi dalam bingkai demokrasi.
Pengamat Politik Voxpol: Reformasi Total Polri
Pengamat Politik sekaligus CEO, Founder, dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyebut seharusnya ada reformasi total di tubuh Polri.
Menurut pendiri lembaga survei dan konsultan politik nasional itu, Institusi Polri selama ini dipersepsikan publik terlatih represif, memanipulasi kasus, lebih menjadi pelindung pejabat daripada pelindung rakyat.
"Reformasi Polri menjadi keniscayaan," ujarnya dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Minggu (31/8/2025).
"Bila situasi makin memburuk 2X24 jam ke depan, bisa komplikasi dan Presiden Prabowo ikut terseret jauh lebih dalam gelombang kemarahan rakyat yang ibarat bola salju," imbuhnya.
Menurut Pangi, jika situasi makin memburuk, skala kerusuhan semakin membesar, situasi makin tak terkendali, tangga makin meninggi, makin banyak aparat dan rakyat jadi korban karena benturan.
Pihaknya berharap agar rakyat sipil tak lagi jadi korban.
"Hindari bertambahnya korban jiwa berjatuhan, pemantiknya bertambahnya korban jiwa, intensitas fasilitas publik semakin banyak dibakar, sebelum terlambat, terlalu mahal pertaruhannya Pak Presiden. Rakyat sayang sama presiden.
Gunakanlah prerogatif memberhentikan Kapolri (Kapolri Jenderal Listyo Sigit), jalan sementara meredam tensi politik makin memanas dan tidak teratur," tutup Pangi.
Tentang Dirty Vote
Dirty Vote sempat bikin heboh Tanah Air.
Film ini membahas dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024, terutama terkait praktik penyalahgunaan kekuasaan dan potensi ketidaknetralan aparat serta penyelenggara pemilu.
Film itu disutradarai, Dandhy Dwi Laksono, Produksi Watchdoc Documentary, dan Narasumber utama, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar dan Feri Amsari.
Isi film menyoroti praktik politik dinasti, konflik kepentingan, serta upaya-upaya yang dianggap mengancam integritas demokrasi di Indonesia.
Film ini viral di media sosial, ditonton jutaan kali hanya beberapa jam setelah tayang, dan menimbulkan perdebatan luas menjelang Pemilu 2024.
Rekam Jejak Feri Amsari
Feri Amsari, seorang perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil, melaporkan pelaksanaan retret kepala daerah di Magelang, Jawa Timur pada Jumat (28/2/2025).
Pelaksanaan retret diduga melanggar ketentuan dan aturan perundang-undangan.
Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam penyelenggaraan retret kepala daerah, seperti penunjukan PT LTI sebagai perusahaan yang mempersiapkan retret.
Siapa Feri Amsari?
Feri Amsari merupakan seorang pria kelahiran Padang, Sumatera Barat pada 2 Oktober 1980.
Feri Amsari adalah seorang dosen Hukum Tata Negara (HTN).
Ia mengajar di Universitas Andalas, Sumatera Barat.
Feri Amsari juga dikenal sebagai aktivis di bidang hukum.
Selain itu, ia dikenal aktif sebagai peneiti senior dan mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas sejak 2017-2023.
Feri Amsari menempuh pendidikan Universitas Andalas dan William & Mary Law School.
Sebagai aktivis, ia pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas pada 2002-2003.
Selain itu, ia juga aktif sebagai wartawan mahasiswa dan anggota Dewan Redaksi Buletin Gema Justisia Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Tak hanya itu, ia juga menjabat sebagai Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik (UKM PHP) Universitas Andalas pada 2003-2004.
Laporan Penyelenggaraan Retret
Mewakili koalisi, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan pelaksanaan retret diduga melanggar ketentuan dan aturan perundang-undangan.
Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam penyelenggaran retret kepala daerah, seperti penunjukan PT LTI sebagai perusahaan yang mempersiapkan retret.
Koalisi Masyarakat Sipil mensinyalir PT LTI berada dalam lingkaran kekuasaan.
"Di titik itu saja sebenarnya sudah ada konflik kepentingan dan proses pengadaan barang dan jasa pelatihan ini juga tidak mengikuti standar-standar tentu pengadaan barang dan jasa yang sebenarnya harus dilakukan secara terbuka," ucap Feri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025).
Menurutnya, proses penunjukkan PT LTI mestinya dilakukan secara terbuka dan transparan.
Namun, prinsip tersebut, tidak terealisasikan dalam pelaksanaan program yang dinilai memakan anggaran cukup besar itu.
"Kita merasa janggal, misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru, dan dia mengorganisir program yang sangat besar se-Indonesia."
"Padahal, dalam proses pengadaan barang dan jasa ada prinsip kehati-hatian," sambungnya.
Kejanggalan Sumber Anggaran dan Dugaan Keterlibatan PT Jababeka
Kecurigaan bermula setelah tersebarnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 200.5/628/SJ tentang Orientasi Kepemimpinan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025 yang menyatakan, akan diselenggarakan orientasi kepemimpinan pada 21 hingga 28 Februari 2025 dan menyebutkan bahwa pembiayaan ditransfer melalui PT LTI.
Setelah hal itu ramai di media sosial, selanjutnya muncul Surat Edaran Nomor 200.5/692/SJ perihal Pembiayaan Kegiatan Orientasi Kepemimpinan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025 yang menyatakan seluruh kegiatan dibebankan pada APBN berdasarkan DIPA Kemendagri.
Annisa Azzahra menyoroti celah anggaran yang mencuat dalam laporan ke KPK.
Ia menegaskan, biaya keikutsertaan kepala daerah dalam retret ini diduga dibebankan kepada APBD, yang bertentangan dengan ketentuan yang mengharuskan dana sepenuhnya berasal dari APBN.
"Di situ kami menemukan ada celah anggaran yang sangat besar, yaitu ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dengan pelaksanaan di lapangan. Jumlahnya sangat besar sekitar Rp6 miliar itu ternyata di-cover oleh APBD," kata Annisa dalam kesempatan sama, Jumat.
Menurutnya, hal tersebut, sejatinya tidak diperbolehkan lantaran dianggap sebagai pengalihan dana secara tidak sah.
Padahal, lanjutnya, pelaksanaan retret kepala daerah tersebut mesti ditanggung oleh APBN.
"Harusnya, kegiatan orientasi dan retret ini dibiayai secara penuh oleh APBN. Ternyata, keadaannya itu tidak terjadi," sebutnya.
Annisa juga menyampaikan perihal PT LTI yang dipercayakan mengelola program retret kepala daerah diduga terlibat dalam konflik kepentingan, karena jajaran petingginya terdiri dari kader Partai Gerindra.
Ketiadaan proses pemilihan tender yang jelas semakin memperkuat dugaan tersebut. Annisa menekankan bahwa penunjukan yang tidak transparan melanggar aturan pengadaan barang dan jasa.
Ia juga menyesalkan bahwa pelaksanaan retret kepala daerah terkesan membuang-buang anggaran, yang bertentangan dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, dan berpotensi membuka celah untuk praktik korupsi yang menguntungkan pihak tertentu.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
| Komnas HAM Catat 10 Korban Jiwa, 1.683 Orang Ditahan Pasca Demo Ricuh |
|
|---|
| Muhammad Safri: Aktivitas Tambang Ugal-ugalan di Sulteng, Negara Gagal Lindungi Rakyat |
|
|---|
| Aparat Desa Jenetallasa Jeneponto Ditetapkan Tersangka Diduga Pukul dan Cekik Perempuan |
|
|---|
| Sosok Andi Zaenal Sofyan Pecat 73 Aparat Desa, Dari Calon Guru ke Camat Tompobulu Bantaeng Sulsel |
|
|---|
| Efek Efisiensi Sampai Desa, Pj Kades Pattallassang Bantaeng Sulsel Berhentikan 73 Aparat Desa |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.