Poadcast Tribun Timur
Makassar Biennale VI: Nipah Mall Disulap Jadi Kanvas Raksasa, Pantai Losari Jadi Panggung Seni
Pusat perbelanjaan Nipah Mall telah disulap menjadi kanvas raksasa melalui aksi live mural bertema lingkungan hingga maritim.
Penulis: Andi Bunayya Nandini | Editor: Sudirman
Ada yang spesial di tahun 2025 ini, karena tema Disensus ini bisa membuktikan bahwa seni bisa berbicara soal politik, ekonomi dan masa depan. Melalui seni, kita bisa berkontribusi ke berbagai bidang.
Apa yang bisa diangkat di Makassar melalui Biennale 2025?
Irfan Palippui: Dunia dikejutkan dengan seni rupa tertua, ada di Sulawesi Selatan. Dunia juga dikejutkan dengan spesies yang memungkinkan lebih awal dari homo sapiens, itu ada di Soppeng. Dalam seni, kita ingin menyampaikan itu dalam bentuk yang berbeda.
Seni dengan model disensus ini apakah sudah lama berkembang di Kota Makassar?
Andi Faisal: Kita cenderung ditata sesuai dengan posisi masing-masing, padahal setiap orang punya kapasitas untuk membicarakan semua hal.
Karena itulah Makassar Biennal turun menyampaikan bahwa seni bisa bicara soal politik, ekonomi dan negara.
Bagaimana menurut anda antusias masyarakat nantinya terkait live mural ini?
Andi Faisal: Teman-teman yang membuat mural di tiga lantai Nipah Mall itu membuat banyak hal, mulai dari maritim hingga lingkungan.
Alasan memilih sarung? Atau ada hal lain yang bisa menggambarkan disensus ini.
Irfan Palippui: Kami memilih sarung karena itu digunakan saat lahir hingga mati. Selain itu, sarung juga sering digunakan setiap hari.
Selain sarung, tubuh juga bisa menggambarkan disensus. Tubuh yang bicara adalah sesuatu yang paling jujur dibanding otak dan mulut.
Bagaimana melihat kreativitas anak-anak di Makassar?
Andi Faisal: Perkembangan seni di Makassar sangat baik. Kekurangan kita adalah dokumentasi dan arsip. Kita mempunyai kekayaan artistik tapi belum didokumentasikan dengan baik.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/2025-11-24-Irfan-Palippui-Direktur-Makassar-Biennale.jpg)