Poadcast Tribun Timur
Makassar Biennale VI: Nipah Mall Disulap Jadi Kanvas Raksasa, Pantai Losari Jadi Panggung Seni
Pusat perbelanjaan Nipah Mall telah disulap menjadi kanvas raksasa melalui aksi live mural bertema lingkungan hingga maritim.
Penulis: Andi Bunayya Nandini | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM - Makassar Biennale VI digelar di Nipah Mall Makassar 22 hingga 30 November 2025.
Pusat perbelanjaan Nipah Mall telah disulap menjadi kanvas raksasa melalui aksi live mural bertema lingkungan hingga maritim.
Suasana Pantai Losari dan kawasan CPI juga bersiap menjadi panggung pertunjukan seni yang menegaskan peran Makassar Biennale sebagai ruang kolaborasi kreatif komunitas di kota ini.
Makassar Biennale VI diulas di Bincang Komunitas Tribun Timur dengan tema 'Menakhodai Disensus'.
Bincang Komunitas menghadirkan dua narasumber yaitu Irfan Palippui Direktur Makassar Biennale dan Andi Faisal (kurator).
Diskusi ini dipandu host Tribun Timur I Luh Devi Sania.
Berikut wawancara khusus Tribun Timur bersama Irfan Palippui dan Andi Faisal:
Sudah berapa lama di Makassar Biennale?
Irfan Palippui: Biennale Makassar itu dari tahun 2015 bulan Oktober, bulan ini sudah 10 tahun, digelar bulan november.
Bisa dijelaskan revival ini berfokus untuk mengangkat hal hal seperti apa?
Irfan Palippui: Fokusnya adalah mengangkat sesuatu yang tidak kelihatan, tidak tersuarakan atau tidak terdengarkan.
Sebagai kurator, sejak kapan bapak bergabung di biennale?
Andi Faisal: Saya sudah mengamati teman-teman di biennale sejak lama. Tapi baru terlibat langsung pada 2025, ketika pak Irfan mengajak terlibat langsung dalam kerja-kerja disensus.
Perkembangan apa yang bapak lihat selama 10 tahun ini?
Andi Faisal: Semangat seni rupa di Makassar itu pasang surut, tapi perkembangannya perlahan-lahan mulai meningkat.
Ada yang spesial di tahun 2025 ini, karena tema Disensus ini bisa membuktikan bahwa seni bisa berbicara soal politik, ekonomi dan masa depan. Melalui seni, kita bisa berkontribusi ke berbagai bidang.
Apa yang bisa diangkat di Makassar melalui Biennale 2025?
Irfan Palippui: Dunia dikejutkan dengan seni rupa tertua, ada di Sulawesi Selatan. Dunia juga dikejutkan dengan spesies yang memungkinkan lebih awal dari homo sapiens, itu ada di Soppeng. Dalam seni, kita ingin menyampaikan itu dalam bentuk yang berbeda.
Seni dengan model disensus ini apakah sudah lama berkembang di Kota Makassar?
Andi Faisal: Kita cenderung ditata sesuai dengan posisi masing-masing, padahal setiap orang punya kapasitas untuk membicarakan semua hal.
Karena itulah Makassar Biennal turun menyampaikan bahwa seni bisa bicara soal politik, ekonomi dan negara.
Bagaimana menurut anda antusias masyarakat nantinya terkait live mural ini?
Andi Faisal: Teman-teman yang membuat mural di tiga lantai Nipah Mall itu membuat banyak hal, mulai dari maritim hingga lingkungan.
Alasan memilih sarung? Atau ada hal lain yang bisa menggambarkan disensus ini.
Irfan Palippui: Kami memilih sarung karena itu digunakan saat lahir hingga mati. Selain itu, sarung juga sering digunakan setiap hari.
Selain sarung, tubuh juga bisa menggambarkan disensus. Tubuh yang bicara adalah sesuatu yang paling jujur dibanding otak dan mulut.
Bagaimana melihat kreativitas anak-anak di Makassar?
Andi Faisal: Perkembangan seni di Makassar sangat baik. Kekurangan kita adalah dokumentasi dan arsip. Kita mempunyai kekayaan artistik tapi belum didokumentasikan dengan baik.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/2025-11-24-Irfan-Palippui-Direktur-Makassar-Biennale.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.