Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hari Sumpah Pemuda

Desa Maero Jeneponto Dorong Perdes Cegah Perkawinan Anak

Momentum Sumpah Pemuda, Desa Maero Jeneponto dorong lahirnya Perdes untuk cegah perkawinan anak.

|
Penulis: CitizenReporter | Editor: Sukmawati Ibrahim
Dok. Pattiro Jeka
PERKAWINAN ANAK - Peserta dari berbagai unsur masyarakat Desa Maero, Jeneponto, mengikuti sosialisasi pencegahan perkawinan anak yang digelar bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Selasa (28/10/2025). Kegiatan berlangsung hangat dan interaktif di halaman kantor desa. 

JENEPONTO, TRIBUN-TIMUR.COM – Momentum Hari Sumpah Pemuda dimaknai berbeda di Desa Maero, Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto.

Pada Selasa (28/10/2025) pagi, Tim Pattiro Jeka bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Jeneponto menggelar sosialisasi pencegahan perkawinan anak.

Sekitar 50 peserta hadir di halaman kantor desa, terdiri dari Kepala Desa, Ketua BPD, Babinsa, Babinkamtibmas, tokoh agama, kader PKK, bidan desa, imam, petugas kesehatan, dan perwakilan anak.

Kehadiran Pattiro Jeka disambut hangat.

“Kepala Desa Maero ini dulu juga pernah menjadi anggota Pattiro,” ujar salah satu tim.

Suasana berlangsung akrab, namun tetap fokus pada komitmen bersama: melindungi anak dari praktik perkawinan usia dini.

Kegiatan ini bagian dari roadshow sosialisasi di 10 kecamatan dan 8 desa/kelurahan.

Kolaborasi ini mendukung riset aksi pencegahan perkawinan anak yang dilakukan Pattiro Jeka dengan pendekatan Participatory Action Research (PAR).

Kepala Desa Maero, A. Mappapada, SH, menegaskan pemerintah desa telah berupaya mencegah perkawinan anak, terutama setelah terbitnya UU Nomor 16 Tahun 2019 yang menetapkan usia menikah minimal 19 tahun.

“Namun masih sering terjadi kontradiksi antara aturan dan adat. Kadang orang tua takut anaknya berzina jika tidak dinikahkan, padahal mereka hanya butuh tempat bercerita, perhatian, dan kasih sayang,” ujarnya.

Ia menyebut praktik kawin lari masih terjadi, bahkan melibatkan anak yang masih duduk di bangku SMP.

Beberapa kasus dipicu perjodohan, uang panai, atau keinginan viral di media sosial.

“Harapan kami, setelah sosialisasi ini tidak ada lagi anak yang menikah. Biarkan mereka cukup umur dan selesaikan sekolahnya dulu. Masa depan mereka lebih penting,” tegasnya.

Fadiah Machmud dari Tim Riset Pattiro Jeka mengajak peserta berdiskusi tentang hak anak dan risiko perkawinan dini.

“Perkawinan anak bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merampas hak anak untuk bermimpi dan tumbuh dengan layak,” ujarnya.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved