Baginya, Aswar adalah sosok sederhana namun sarat integritas, yang tercermin dari kiprahnya sejak masa aktivis hingga menjadi akademisi.
“Kalau berbicara tentang Aswar, saya sudah mengenalnya sejak 1980-an, waktu beliau di Wajo Belopa. Perjalanan dari 1982 sampai 2000 cukup panjang, bahkan saya menemani beliau sampai terakhir ketika mengantar ke fit and proper test di DPR untuk KPI,” katanya.
Salah satu yang membekas, lanjut Saiful, adalah kebiasaan Aswar membawa banyak buku setiap kali melakukan pembinaan ke daerah.
“Ada prinsip yang selalu diingatkan, bahwa orang bodoh adalah orang yang meminjam buku pada orang lain. Jadi beliau selalu menekankan pentingnya memiliki dan merawat buku,” ujarnya.
Saiful juga merekam dinamika perjuangan bersama Aswar di PII, terutama pada periode 1982–1990, saat penolakan asas tunggal.
“Kami ikut bergerak hingga puncaknya ketika SK Mendagri tahun 1987 membekukan PII. Setelah itu, beralih ke arena dakwah, masuk lapis dua mendampingi para senior,” tuturnya.(*)