TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Jamaluddin Jompa, mengaku kehilangan besar atas wafatnya Dr Aswar Hasan.
Hal itu disampaikan oleh pria yang akrab disapa Prof JJ itu dalam kegiatan Dialog Forum Dosen : Mengenang Almarhum Dr Aswar Hasan di Kantor Redaksi tribun Timur, Kota Makassar, Selasa (19/8/2025).
Ia mengatakan, Aswar Hasan bukan sekadar sahabat, melainkan sosok guru yang banyak memberi inspirasi melalui sikap dan tulisan.
“Saya lebih pengagum beliau, melihatnya sebagai guru meski tidak berinteraksi langsung. Guru tidak harus mengajar di kelas, tapi kita bisa belajar dari sikap dan pemikirannya. Dari bacaan-bacaan beliau, saya merasa kagum,” katanya.
Menurutnya, nilai sejati seseorang baru benar-benar terasa ketika kehilangan.
“Hari ini kita baru sadar betapa berharganya sosok beliau. Kita merindukan tulisan-tulisannya. Mudah-mudahan semua itu menjadi amal jariyah, dan beliau tetap menjadi guru sepanjang zaman,” ungkapnya.
Baca juga: Saiful Kasim: Aswar Hasan Sosok Sederhana Dibungkus Integritas
Prof JJ juga menilai, meski Aswar Hasan sering merujuk pada pemikiran tokoh lain, banyak gagasan orisinal yang lahir dari pemikiran almarhum.
“Beliau bukan hanya mengutip, tapi mengolah kembali menjadi pemikiran baru yang sangat penting,” uajrnya.
Ia turut mengenang satu momen pribadi ketika Aswar Hasan mengkritik dirinya agar lebih sering menulis untuk publik, bukan hanya di jurnal ilmiah.
“Saya coba menulis, lalu beliau membaca tulisan saya dan bilang bagus. Itu baru kali pertama saya disanjung, dan terus terang membuat saya sangat bersemangat,” kenangnya.
Baca juga: Prof Muin Fahmal: Tulisan Aswar Hasan Selalu Saya Kliping
Namun, semangat itu disertai rasa penyesalan karena tidak sempat lebih banyak menulis sebelum kepergian Aswar Hasan.
“Saya pernah khawatir, jangan-jangan kalau beliau meninggal, saya tidak sempat lagi menulis. Dan ternyata beliau pergi begitu cepat. Saya merasa berhutang tulisan, walaupun sederhana, sebagai persembahan seorang murid kepada gurunya,” jelasnya.
Ketua Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII), Saiful Kasim, juga mengenang sosok Aswar Hasan.
Baginya, Aswar adalah sosok sederhana namun sarat integritas, yang tercermin dari kiprahnya sejak masa aktivis hingga menjadi akademisi.
“Kalau berbicara tentang Aswar, saya sudah mengenalnya sejak 1980-an, waktu beliau di Wajo Belopa. Perjalanan dari 1982 sampai 2000 cukup panjang, bahkan saya menemani beliau sampai terakhir ketika mengantar ke fit and proper test di DPR untuk KPI,” katanya.
Salah satu yang membekas, lanjut Saiful, adalah kebiasaan Aswar membawa banyak buku setiap kali melakukan pembinaan ke daerah.
“Ada prinsip yang selalu diingatkan, bahwa orang bodoh adalah orang yang meminjam buku pada orang lain. Jadi beliau selalu menekankan pentingnya memiliki dan merawat buku,” ujarnya.
Saiful juga merekam dinamika perjuangan bersama Aswar di PII, terutama pada periode 1982–1990, saat penolakan asas tunggal.
“Kami ikut bergerak hingga puncaknya ketika SK Mendagri tahun 1987 membekukan PII. Setelah itu, beralih ke arena dakwah, masuk lapis dua mendampingi para senior,” tuturnya.(*)