TRIBUN-TIMUR.COM – Setelah empat tahun terhenti akibat pandemi, semangat peringatan Hari Kemerdekaan RI kembali hidup di lingkungan RT 01 RW 01, Kelurahan Baji Mappakasunggu, Kota Makassar.
Warga bersatu, bergotong royong menyiapkan perayaan 17 Agustus dengan antusiasme tinggi, menjadikannya bukan sekadar ajang lomba, tetapi momentum untuk memulihkan rasa kebersamaan.
Ketua RT 01 RW 01, Kevin Triwigo Olii, mengatakan bahwa semangat warga begitu terasa sejak awal rencana digulirkan.
“Sudah empat tahun kami tidak rayakan seperti ini. Begitu diumumkan akan ada kegiatan, warga langsung antusias. Ini momen yang mereka tunggu,” ungkap Kevin.
Semua pengurus RW turut ambil bagian sebagai panitia.
Kegiatan didanai sepenuhnya dari sumbangan warga, yang dikumpulkan secara door to door.
Dekorasi seperti umbul-umbul dan bendera pun berasal dari swadaya masyarakat.
“Kalaupun ada kekurangan, kami panitia yang saling bantu menutupinya. Ini murni gotong royong,” tambah Kevin.
Rangkaian acara mencakup upacara bendera, lomba-lomba tradisional, hingga malam ramah tamah.
Bagi Kevin, momen ini bukan hanya soal euforia lomba, tapi juga tentang merawat nilai-nilai yang menjadi dasar bangsa.
“Harapan saya, bukan hanya meriah sesaat. Tapi suasana kekeluargaan dan semangat saling bantu ini terus terjaga,” ucapnya.
Remaja RT 3 RW 1 Mamajang Turut Gerakkan Semangat Kemerdekaan
Sementara itu, di RT 3 RW 1 Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Mamajang, semangat serupa juga kembali menyala.
Warga di sana, dipelopori oleh para remaja, tengah bersiap menggelar perayaan HUT ke-80 RI setelah vakum sejak tahun 2022.
Ketua panitia, Udin, menyampaikan inisiatif ini lahir dari kerinduan warga terhadap suasana kampung yang hangat dan meriah setiap bulan Agustus.
“Baru tahun ini kita adakan lagi. Tahun-tahun sebelumnya tidak sempat karena pandemi,” jelasnya.
Dana kegiatan dihimpun dari sumbangan warga dan dua dukungan tambahan, meskipun Udin menyebut pendanaan menjadi tantangan utama.
Namun, hal itu tak menyurutkan tekad panitia untuk tetap melangsungkan perayaan.
“Yang terpenting bukan kemewahan acaranya, tapi bagaimana warga bisa berkumpul, tertawa, dan mengenang kembali semangat kemerdekaan bersama-sama,” ujar Udin.
Bukan Sekadar Lomba
Di banyak sudut kota, warga mulai menyadari bahwa perayaan 17 Agustus lebih dari sekadar upacara atau perlombaan.
Ia adalah ruang bersama, tempat orang-orang kembali terhubung setelah masa sulit.
Di tengah berbagai keterbatasan, gotong royong menjadi bahasa yang menyatukan, dan semangat merdeka kembali terasa dimulai dari lorong-lorong kampung.(*)