TRIBUN-TIMUR.COM, GOWA - Terdakwa kasus sindikat uang palsu, Andi Ibrahim, menyampaikan penyesalannya di hadapan majelis hakim saat menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Jl Usman Salengke, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (2/7).
Mantan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar itu tak kuasa menahan tangis ketika ditanya oleh Hakim Ketua, Dyan Martha Budhinugraeny, terkait kesadarannya atas perbuatan melawan hukum.
“Itulah kebodohan saya, dan saya minta maaf. Saya menyesal,” kata Andi Ibrahim sembari menangis di hadapan majelis hakim.
Ia mengaku baru menyadari kesalahan dan pelanggaran hukumnya setelah ditangkap polisi.
Saat penasihat hukumnya, Alwi Jaya, menanyakan kondisi dan niatnya terkait uang palsu tersebut, Andi Ibrahim menegaskan, ia tidak memiliki niat untuk membelanjakan maupun mengedarkan uang palsu itu.
“Tidak ada niat sama sekali untuk membelanjakan uang palsu. Tidak pernah juga saya berikan ke keluarga,” ujarnya lirih.
Ia menjelaskan, saat penangkapan dirinya tidak melakukan perlawanan ataupun mencoba melarikan diri.
Justru secara terbuka menunjukkan seluruh barang bukti yang dimilikinya kepada pihak kepolisian.
“Bahkan barang bukti saya tunjukkan semua,” katanya.
Baca juga: Uang Palsu Rp1 M Ditukar Rp100 Juta
Andi Ibrahim menegaskan, tidak mengenal para terdakwa lain dalam kasus ini, yakni Satriana, Irsan, Sukma, Iwan Irfan, dan Kamarang.
Ia baru mengetahui nama-nama tersebut setelah ditahan di rumah tahanan.
“Tidak ada niat saya mengedarkan uang itu. Saya tidak pernah terlibat dalam proses pembuatannya. Saya hanya dua kali melihat Ambo Ala dan Syahruna, itu pun saat mereka berada dalam ruangan sambil menunggu hasil print out,” jelasnya.
Apakah memiliki utang atau sedang membutuhkan dana dalam jumlah besar, Andi Ibrahim menegaskan kehidupannya dalam kondisi berkecukupan.
“Tidak (memiliki utang atau butuh dana besar),” katanya.
Sidang lanjutan kasus sindikat uang palsu ini akan kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi dan terdakwa lainnya.
John Sebut Syahruna Diiming-Imingi Rumah dan Tanah untuk Cetak Uang Palsu
Sidang kasus sindikat uang palsu kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Jl Usman Salengke, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (2/7/2025) hingga malam hari.
Sidang berlangsung di ruang Kartika itu menghadirkan terdakwa John Biliater Panjaitan sebagai saksi untuk terdakwa Syahruna.
Hakim ketua, Dyan Marta Budhinugraeny, memulai dengan menanyakan identitas dan kesediaan John menjadi saksi.
Ia pun bersedia dan disumpah di hadapan majelis hakim.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Basri Baco, menggali lebih dalam motif Syahruna dalam memproduksi uang palsu.
Namun, John mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
John juga menyatakan tidak pernah melihat langsung uang palsu, hanya selebaran (flyer) yang sempat terlihat.
Kesaksian John dinilai berbeda dari keterangannya dua pekan lalu saat menjadi saksi untuk terdakwa Andi Ibrahim.
Jaksa mengingatkan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP), yang menyebut John pernah melihat uang palsu.
Ia menjawab bahwa pernyataan itu dibuat di bawah tekanan.
"Karena pemeriksaan selalu tengah malam dan kita agak terganggu, jadi langsung tanda tangan," ucapnya.
Soal pembelian bahan produksi, John mengaku baru mengetahui dari invoice ditunjukkan saat persidangan.
Ia menyebut komunikasi dengan Syahruna terbatas, hanya melalui WhatsApp.
Jaksa juga menanyakan apakah Syahruna pernah membeli bahan untuk kebutuhan pilkada.
“Pernah, atas perintah Annar,” jawab John.
Ia mengaku pernah dimintai tolong Syahruna, saat itu berada di Jakarta, untuk mentransfer uang guna membeli bahan alat peraga kampanye.
“Minta tolong kepada saya tahun 2023 bulan Juli. Sekitar Rp250 juta ditransfer bertahap sebanyak enam kali ke satu nomor seseorang,” ujarnya.
Saat Syahruna ditangkap, John mengaku sedang berada di kamar di rumah Annar, Jl Sunu, Makassar.
Polisi datang, melakukan pemeriksaan, lalu pergi.
Ia mengetahui Syahruna ditangkap dari pembantu rumah.
Tiga hari kemudian, Syahruna bersama polisi kembali ke rumah Annar di Jl Sunu untuk melakukan penggeledahan.
John juga mengaku ditangkap seminggu setelah Syahruna diamankan polisi.
Ia menyebut mengenal Annar sejak 1990-an atau sekitar 30 tahun lalu.
Ia bekerja sebagai Direktur Administrasi dan Pengawas di perusahaan milik Annar.
Kuasa hukum Syahruna kemudian menanyakan soal kinerja Syahruna, termasuk selama masa pilkada dan di restoran.
John menyebut Syahruna mulai bekerja di perusahaan Annar sejak 2022.
Sebagai teknisi malam hari, John menilai kinerja Syahruna cukup baik.
“Pekerjaannya bagus. Saya baru tahu dia terlibat uang palsu setelah kejadian,” ucapnya.
Kuasa hukum juga menanyakan apakah John tahu motivasi Syahruna membuat uang palsu.
“Kata Syahruna, dia diiming-imingi rumah dan tanah oleh Andi Ibrahim,” jelasnya.
Majelis hakim juga menanyakan pekerjaan dan gaji John.
Ia mengaku menjabat sebagai Direktur Administrasi dan Umum dengan gaji sekitar Rp7 juta, bahkan bisa lebih dari Rp10 juta jika ditotal.
“Saya tidak tahu persis gaji Syahruna,” tutupnya. (*)