Proses tersebut dinilai telah melanggar UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, dinyatakan tidak sah (cacat hukum), karena Ketua Hakim MK yang memutuskan perkara (Anwar Usman), adalah paman dari Saudara Gibran Rakabuming Raka dan telah melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim.
Dengan demikian, terbukti bahwa keputusan tersebut menunjukkan tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung (paman-keponakan) antara Ketua MK Anwar Usman dengan Sdr. Gibran Rakabuming Raka. Hal ini bertentangan dengan prinsip imparsialitas lembaga peradilan dan asas fair trial dalam hukum tata negara.
Rumusan Hukum
Tentang : Putusan MKMK No. 2/MKMK/L/11/2023
Tanggal 7 Bulan 11 Tahun 2023
Terlapor : Anwar Usman (Ketua Majelis MK)
Pelanggaran : Kode etik dan perilaku hakim tertuang dalam Sapta karsa hutama
Putusan MKMK : Pemberhentian hakim konstitusi Anwar Usman dari jabatan ketua MK
Bahwa putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 terhadap pasal 169 huruf q,
Undang-Undang Pemilu yang dalam putusan tersebut Anwar Usman sebagai ketua majelis yang sekaligus merupakan paman yang mempunyai hubungan keluarga dengan Gibran Rakabuming Raka seharusnya wajib mengundurkan diri.
Putusan tersebut telah melanggar Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 17 :
Ayat (5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
Ayat (6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahwa putusan MKMK terhadap kesalahan Anwar Usman, Majelis MKMK seharusnya mempertimbangkan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 17 Ayat 5,6 dan 7.