TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Dukungan politik di kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tak selalu berarti seiring sejalan di pemerintahan.
Hal itu tergambar jelas dalam dinamika antara Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman.
Padahal, dua partai ini merupakan bagian dari koalisi "Andalan Hati".
PKS dan Golkar termasuk partai pengusung utama pasangan Andi Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi (Andalan Hati) pada Pilgub Sulsel 2024 lalu.
Keduanya kini menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel periode 2025–2030.
Namun dalam rapat paripurna DPRD Sulsel, Senin (30/6/2025) siang, suara kritis justru datang dari dua partai pengusung ini.
Paripurna yang sedianya membahas penjelasan gubernur atas Ranperda Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2024 akhirnya ditunda.
Hal ini dikarenakan adanya fraksi-fraksi menolak penjelasan yang disampaikan oleh Sekretaris Provinsi (Sekprov) Jufri Rahman, bukan Andi Sudirman langsung.
Interupsi pertama datang dari anggota DPRD Sulsel dari Fraksi Golkar, Andi Patarai Amir.
“Hari ini saya mengusulkan untuk paripurna kita tunda,” tegas Patarai di awal sidang.
Mantan Ketua DPRD Maros itu menyampaikan bahwa secara aturan tata tertib (tatib) DPRD Sulsel, memang tidak ada kewajiban gubernur hadir langsung.
Namun, menurutnya, dalam konteks etika pemerintahan, kehadiran langsung gubernur merupakan bentuk penghormatan terhadap DPRD sebagai lembaga sejajar.
“Memang secara aturan Pak Gubernur tidak wajib hadir. Tapi secara etika pemerintahan, seharusnya beliau yang menyampaikan langsung LKPD (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban). Ini laporan pertanggungjawaban keuangan, loh!” tegasnya.
Andi Patarai menambahkan bahwa kendati APBD 2024 disusun gubernur sebelumnya, tanggung jawab penyampaian tetap di tangan Andi Sudirman.
“Walaupun tahun lalu itu bukan beliau gubernurnya, tapi secara etika pemerintahan tidak ada istilah mantan gubernur. Yang dikenal cuma Gubernur," kata Andi Patarai.