RS Labuang Baji

Stok Obat Rumah Sakit Labuang Baji Makassar Menipis, Dewan Soriti Kebijakan Baru Pemprov Sulsel

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DPRD SULSEL - Anggota DPRD Sulsel Andi Patarai Amir dalam Rapat Paripurna Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Rabu (28/5/2025). Andi Patarai menyinggung soal adanya kegiatan yang habiskan anggaran Rp32 miliar tanpa melalui APBD 2024.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) dirundung masalah lagi.

Kali ini, krisis obat ditemukan di sejumlah rumah sakit milik Pemprov.

Anggota DPRD Sulsel Andi Patarai Amir (49), tak bisa menahan emosinya.

Dia meminta Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman (41), segera evaluasi.

Kondisi ini mengkhawatirkan karena berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Rabu (28/5/2025), mantan Ketua DPRD Maros ini meluapkan kekesalannya dalam sidang agenda penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024, di gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar.

“Loh, kok bisa tersendat pengadaan obat? BKAD dan Dinkes paham nggak ini tentang BLUD rumah sakit? Mereka bilang harus proses berjenjang, tapi prosesnya malah telat. Akibatnya pelayanan di rumah sakit jadi terhambat,” ujarnya.

Direktur Jenderal Pemeriksaan Keuangan Negara III (Dirjen PKN III) BPK RI, Dede Sukarjo, dalam sidang paripurna ikut menyimak kritikan tersebut.

Persoalan keterlambatan distribusi obat di rumah sakit merupakan bukti nyata adanya masalah serius dalam mekanisme pengadaan yang berlaku.

DPRD SULSEL - Anggota DPRD Sulsel, Andi Patarai Amir, saat ditemui di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Rabu (28/5/2025). (ERLAN SAPUTRA/TRIBUN TIMUR)

Dia menegaskan, pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI bukan jaminan pelayanan berjalan lancar.

Pemprov harus bertanggung jawab atas mekanisme pengadaan obat yang terhambat, berdampak negatif pada pelayanan kesehatan.

“Kami apresiasi Gubernur dan Wagub yang mempercepat pelayanan, tapi kenyataannya di lapangan sangat berbeda,” tegasnya.

Patarai menyebut rumah sakit membutuhkan waktu dua bulan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan baru yang diterapkan oleh Pemprov.

Kebijakan tersebut mengharuskan proses pengadaan obat melalui Bappeda dan BKAD, yang justru memperlambat distribusi.

“Jadi ini sebagai catatan BPK nanti perihal apa yang sedang terjadi di RS,” katanya.

Halaman
12

Berita Terkini