“Di dalam mobil itu ada baut, ada ban, dan lain lain. Ketika satu longgar, jangan coba-coba untuk melanjutkan. Pergantian ini juga tidak dilakukan secara tiba-tiba,” katanya, kemarin.
Ia menjelaskan pergantian ini didasari oleh persoalan kerja sama dan komunikasi.
Ia mengaku tidak bisa memimpin kampus oranye ini seorang diri.
“Dia sekarang ada di rumahnya, sedangkan undangan dari kami baru sampai semalam sebelum pelantikan. Kami memang selalu seperti itu dari kemarin-kemarin, mengirim undangan sehari atau dua hari sebelum acara itu sendiri,” katanya.
Sementara itu, Prof Dr Ichsan Ali MT mengaku penggantian dirinya tidak lazim.
"Biasanya itu kalau ada terjadi pergantian pejabat, harus ada penyampaian lebih awal, ada teguran satu, dua, tiga. Baru kemudian diproses. Tapi ini langsung, benar-benar kaget saya kenapa,” kata Prof Ichsan kepada wartawan, Senin (19/5).
Yang membuat dirinya makin heran, pencopotan itu terjadi saat ia sedang menjalankan tugas resmi di Jakarta.
“Saya diutus ke Jakarta, ada pertanggungjawaban terhadap seleksi bersama penerimaan mahasiswa baru. Saya masih di Jakarta saat tahu dicopot,” ungkapnya.
Meski begitu, Prof Ichsan tetap menunjukkan sikap profesional sebagai seorang akademisi dan pejabat kampus.
“Tapi ya, saya sebagai bawahan menerima semua apa adanya. Asalkan semua mengikuti aturan dan prosedurnya,” ujar dia.
Namun, ia menyoroti pencopotan tersebut terkesan tidak mematuhi rambu-rambu adminis tratif yang berlaku di lingkungan perguruan tinggi, khususnya yang sudah diatur dalam statuta UNM.
“Ini yang jadi masalah. Saya melihat Rektor tidak memperhatikan rambu-rambu. Bagaimana mengganti seorang pejabat itu ada aturannya. Di dalam statuta tahun 2018, pasal 56 ayat 3 itu jelas. Kalau mengganti Rektor, Wakil Rektor, dan beberapa pejabat lain, itu ada syarat-syaratnya,” tegasnya.
Tak ada penjelasan mengenai alasan penggantian WR II UNM yang terkesan mendadak tersebut.
Rektor hanya menyebut, WR II tidak bisa diajak kerja sama. Namun, beredar informasi, penggantian ini terkait Laporan Koordinator LBH Jakarta, Febriarn Lubis ke Kejaksaan Agung.
Dalam laporan itu, Febrian menduga ada penyimpangan pada sejumlah proyek di UNM tahun 2024 senilai Rp87 miliar.