Tragedi Karunrung

Keluarga Piddi Korban Tragedi Karunrung 1995: Seandainya Kami Punya Cukup Uang

Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRAGEDI KARUNRUNG - Nurmi, kakak Piddi dalam Podcast Ngobrol Virtual bertajuk Buka Tabir Tragedi Karunrung 1995' di Studio Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Makassar, Kamis (1/5/2025). Piddi merupakan ART yang jadi korban Tragedi Karunrung 1995 silam.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tragedi Karunrung 1995 menyisakan trauma mendalam bagi keluarga korban. 

Piddi, yang saat itu menggantikan kerjaan Naneng kakaknya yang lagi sakit, tewas dibantai. 

Sang ibu sangat terluka dengan kematian anaknya.

Nurmi, kakak Piddi mengatakan setelah insiden itu, kondisi kesehatan ibunya menurun. 

Padahal ibunya tulang punggung keluarga.

Setiap hari, ia menjajakan kue-kue tradisional di Batu Putih. 

"Ayah sudah meninggal. Sejak kejadian ibu sakit-sakitan selama enam tahun hingga meninggal, " kata Nurmi dalam Bahasa Makassar yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dalam Podcast Ngobrol Virtual Bertajuk Buka Tabir Tragedi Karunrung 1995 di Studio Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Makassar, Kamis (1/5/2025). 

Kondisi ekonomi terbatas, lanjut Nurmi, membuat keluarga tidak mampu memperjuangkan keadilan lewat jalur hukum. 

Meski pelaku sudah ditangkap dan telah bebas, keluarga besarnya tetap terluka dan kecewa. 

"Tidak pernah ada permohonan maaf. Tapi saya tidak mau bertemu (dengan pelaku)," katanya menahan tangis. 

Nurmi juga sempat mendengar kabar bahwa pelaku yang ditangkap hanyalah eksekutor yang dibayar oleh dalang. 

Namun informasi ini tidak pernah secara resmi ditindaklanjuti polisi. 

"Yang paling menyakitkan, seandainya kami punya cukup uang mungkin kami masih bisa menempuh jalur hukum," tutur Nurmi. 

"Dalam kondisi seperti ini, kami hanya bisa berharap agar tidak ada lagi keluarga lain mengalami hal seperti ini," lanjutnya. 

Ia pun berharap suatu hari nanti kebenaran benar-benar ditegakkan.

Halaman
12

Berita Terkini