Mereka datang ke pihak John untuk minta serah terima karena John memiliki yang asli, dan ingin masuk dengan akte baru agar John diusir.
"Kasarnya, mereka ini mau ambil alih yayasan secara paksa dari kami. Padahal sertifikat tanah punya kita, akta-akta di tangan kami, pembelian dan kwitansi ada di tangan kita."
"Jadi ada empat bidang tanah di Tanjung Bunga, dibeli Pak John harga Rp149 juta tahun 1982, sampai sekarang sertipikat ada di tangan beliau,” tuturnya.
Dia juga menyampaikan, sebagai pemegang benefit owner atau penyandang dana, sesuai undang-undang,John Candra punya hak. Sebab selama ini Alex Walalangi dan Lucas Paliling tidak pernah menyetor dana minimal 25 persen.
"Benefit owner adalah yang pernah menyetorkan dana minimal 25 persen, padahal selama ini hanya Pak John yang setor 100 persen. Jadi AHU salah menyebut kalau Alex Walalangi sebagai benefit owner, karena tidak pernah menyetor kepada Yayasan Atma Jaya Makassar," ungkapnya.
Diketahui, John Candra Syarif baru saja wafat pada 8 Maret lalu. Sehingga, dia juga menegaskan bahwa Atma Jaya tidak memiliki korelasi dengan keuskupan, karena tidak ada kontribusi keuskupan sama sekali di sini (Atma Jaya).
"Jadi kalau ada di luar sana yang bilang ada kaitan dengan keuskupan, itu bohong. Karena kalau ada kepentingan keuskupan, namanya pasti berubah menjadi Universitas Katolik Atma Jaya," ucapnya.
Ketua Yayasan Atma Jaya Makassar, Lita Limpo menegaskan, sejak Atma Jaya dibangun tahun 1981 Jon selalu mendampingi sampai wafat. Dia yang selalu mengurusi para pegawai dan seluruh hal yang dibutuhkan Atma Jaya.
"Saya ingat betul, tahun 1989 ada salah satu anggota yang meminta gaji dua bulan, Pak John berikan itu tanpa tanda terima. Bayangkan saja, seperti apa pengorbanan Pak John. Kemudian ada pembina yang jarang muncul dan merasa berhak membentuk pengurus baru, karena mereka berdua dan Pak John sendiri," kata Lita.
Lebih lanjut dia mengatakan, pasca kejadian ini, banyak pihak yang berpikir bahwa dirinya punya intrik untuk mendekati John.
Padahal, dia mengaku semata-mata membela orang karena iman dan melihat budi yang diberikan John.
"Saya ini dididik untuk tidak menjadi pembohong dan tidak melupakan budi orang. Saya pegang siri’ na pacce, maka saya berani memperjuangkan itu."
"Saya yakin, kebenaran berada di atas segala-galanya. Itulah prinsipnya. Disertasi saya itu nilai-nilai siri dan pacce dalam pengambilan keputusan, makanya saya mau perjuangkan ini," tuturnya.
Dia menilai, inti dari semua ini adalah kesengajaan mereka mengumbar (isu miring). "Tetapi kami sudah tahu arah dan tujuannya ke mana," tutupnya.(*)