Kata dia, semakin cepat layanan yang diberikan, maka proses administrasinya juga harus dipotong-potong. Namun jika tidak, maka pasti layanan akan berlangsung lama.
"Layanan online ini hadir untuk menghindari adanya komunikasi-komunikasi di luar kantor. Makanya kalau dianalisa, seharusnya di notaris itu sudah clear."
"Jadi dalam hal ini kami serahkan sepenuhnya kepada APH. Kalau memang notarisnya terbukti ada keterlibatan, kami pasti izinkan untuk diperiksa," ungkapnya.
Namun jika kasus ini diajukan ke pengadilan, pihaknya siap untuk ikut sidang dulu. Jika di dalam sidang ternyata notarisnya terbukti terlibat, maka dia meminta APH untuk memeriksa notaris bersangkutan.
"Tetapi kalau notarisnya mengaku hanya dibawain berkas, sudah ada semua di situ, ya harus dikerjakan. Tetapi kalau misalnya salah satunya gak hadir, ada unsur kesalahan dan keterlibatan, kami tidak akan menghalangi untuk diperiksa," jelasnya.
Diketahui, kasus ini sedang bergulir di PN Makassar, setelah pihak ahli waris John Candra Syarif melalui kuasa hukumnya, Muara Harianja, melaporkan Alex Walalangi selaku pihak yang membentuk yayasan baru, Betsy Sirua sebagai pihak yang menerbitkan akta, dan Dirjen AHU selaku pihak yang menerima.
Muara membeberkan, persoalan ini bermula dari pemberhentian dua pembina yayasan, Alexander Walalangi (Alex Walalangi) dan Lucas Paliling pada 5 September 2024.
Saat itu, pembina, pengurus, dan pengawas mengadakan rapat untuk pergantian pembina.
Pada awalnya, Yayasan Atma Jaya memiliki tiga pembina, masing-masing John Chandra Syarif, Alex Walalangi, dan Lucas Paliling.
Hasil rapat memutuskan, Alex dan Lucas sudah tidak efektif lagi, yang akhirnya diberhentikan sebagai pembina.
Lucas merupakan pastor yang memiliki kegiatan keagamaan dan Alex terlalu banyak di luar negeri, sehingga gagal menjalankan kewajibannya, bahkan rapat sekali setahun pun tidak bisa dilakukan.
"Pak Lucas ini menjadi Pastor dan Alex ini lebih sering di luar negeri, tepatnya di Australia. Mereka tidak pernah menjalankan kewajiban, bahkan rapat satu tahun satu kali via daring saja tidak bisa,” ujarnya.
Kemudian pada tanggal 18 Desember, pembina yang diberhentikan melakukan rapat di Keuskupan Agung, untuk membentuk yayasan baru dengan nama yang sama, Yayasan Atma Jaya. Hal ini janggal, sebab AD/ART menegaskan, rapat hanya bisa dilakukan di kantor Yayasan.
Selanjutnya, pada 22 Desember 2024, hasil rapat mereka dibawa ke notaris atas nama Betsy Sirua. Mereka meminta pengesahan AD/ART baru, karena susunan pengurusnya sudah berbeda. Kemudian pada 2 Januari 2025, Ditjen AHU menerima pendaftaran mereka.
"Ditjen AHU menerima karena kan pendaftarannya secara online. Memang AHU boleh menerima karena tidak perlu ada verifikasi, itu sistemnya. Selama persyaratan terpenuhi, AHU tidak perlu tahu bagaimana cara memperoleh, itu memang bisa keluar," jelasnya.