Penelusuran sementara, Ombudsman menemukan sejumlah permasalahan serius.
Mulai dari proses masuk PPDB hingga pengelolaan data siswa di Kota Makassar.
Menurutnya, pelaksanaan jalur penerimaan siswa baru tidak sesuai Juknis PPDB.
Kemudian banyak tekanan dari pihak eksternal yang memaksakan peserta didik ke sekolah-sekolah tertentu.
Ia mengatakan, Jalur Solusi yang tidak tercantum dalam juknis PPDB menjadi penyebab utama masalah ini.
Jalur tersebut digunakan untuk menampung siswa di luar jalur resmi (zonasi, afirmasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua/wali).
Ia menilai, jalur Solusi ini tidak sesuai dengan ketentuan Keputusan Sekretaris Jenderal Kemenrisetdikti RI Nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Akibatnya, banyak siswa yang diterima melalui jalur ini tidak terdaftar dalam Dapodik.
Sehingga mereka terancam kehilangan hak untuk mendapatkan rapor elektronik dan ijazah.
"Jalur Solusi sampai saat ini memang tidak memiliki dasar hukum, syarat, mekanisme, hingga konsekuensi yang jelas," ujarnya.
"Semangat awal dari Pak Walikota Makassar agar tidak ada anak yang tidak bersekolah, menjadi kontraproduktif dengan kenyataan bahwa malah terdapat beberapa sekolah negeri yang daya tampungnya bahkan belum tercukupi," sambung Aswiwin.
Faktor lain yang memperburuk situasi, kata dia adalah adanya dugaan tekanan dari orang tua siswa.
Kemudian intervensi atasan, dan tekanan pihak-pihak eksternal yang memiliki akses untuk ‘menitipkan’ peserta didik meski sudah melebihi kapasitas rombelnya.
Di sekolah-sekolah yang selama ini masih dianggap favorit seperti SMP 1, SMP 6 dan SMP 8, misalnya, jumlahnya mencapai 186, 166 dan 171 siswa yang akhirnya tidak terdaftar.(*)