Buntut Polemik Dapodik, Dinas Pendidikan Makassar Bakal Kurangi Rombel di PPDB 2025

Penulis: Siti Aminah
Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PPDB 2025 - Plh Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Nielma Palamba di salah satu kafe Jl Anggrek Raya, Paropo, Makassar, Minggu (12/1/2025). Dinas Pendidikan akan mengurangi rombel pada PPDB 2025.

TRIBUN-TIMUR.COM,MAKASSAR - Dinas Pendidikan Kota Makassar akan mengurangi jumlah rombongan belajar (rombel) pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025.

Pengurangan rombel ini berlaku bagi sekolah yang kelebihan daya tampung pada PPDB 2024 lalu. 

Diketahui, sejumlah SMP di Kota Makassar mengalami kelebihan daya tampung akibat jalur solusi. 

Mereka yang tak lolos jalur zonasi maupun non zonasi tetap diterima sehingga menumpuk di sekolah-sekolah tertentu. 

Jumlah siswa dalam satu kelas bisa mencapai 50 anak.

Sementara idealnya satu rombongan belajar hanya berisi 32 hingga 34 siswa.

Plh Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar Nielma Palamba mengungkap, beberapa sekolah yang cukup padat atau kelebihan daya tampung seperti SMP 3, SMP 6, dan SMP 8.

Padatnya peserta didik dalam kelas tentu saja menyebabkan proses belajar mengajar tidak bisa berjalan maksimal. 

Peserta didik yang belajar juga tidak merasa nyaman akibat sesak.

“Jadi kalau misalnya ditemukan kepadatan cukup tinggi, kemungkinan dalam PPDB tahun ini, yang tadinya dibuka untuk 11 rombel, kita kurangi misalnya jadi delapan,"ungkap Nielma Palemba, Rabu (29/1/2025). 

"Jadi peserta didik yang sangat padat dalam satu kelas akan dibukakan kelas atau rombel baru,” sambungnya. 

Kata Nielma, semua kelas yang tidak sesuai dengan standar akan dibagi agar jumlah siswa tidak melebihi kapasitas. 

“Jadi di PPDB dikurangi rombelnya. Supaya normal kembali. Kita akan input datanya. Kita maping dulu. Kita harus utamakan anak-anak belajar dengan mental yang baik,” tambahnya.

Persoalan berlebihnya peserta didik di dalam kelas, khususnya yang ada di sekolah favorit menjadi perhatian Ombudsman Perwakilan Sulsel.

Menurut Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Sulsel, Aswiwin Sirua, program jalur khusus (jalur solusi) penerimaan siswa baru yang dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar menimbulkan persoalan.

Penelusuran sementara, Ombudsman menemukan sejumlah permasalahan serius. 

Mulai dari proses masuk PPDB hingga pengelolaan data siswa di Kota Makassar.

Menurutnya, pelaksanaan jalur penerimaan siswa baru  tidak sesuai Juknis PPDB.

Kemudian banyak tekanan dari pihak eksternal yang memaksakan peserta didik ke sekolah-sekolah tertentu.

Ia mengatakan, Jalur Solusi yang tidak tercantum dalam juknis PPDB menjadi penyebab utama masalah ini. 

Jalur tersebut digunakan untuk menampung siswa di luar jalur resmi (zonasi, afirmasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua/wali).

Ia menilai, jalur Solusi ini tidak sesuai dengan ketentuan Keputusan Sekretaris Jenderal Kemenrisetdikti RI Nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

Akibatnya, banyak siswa yang diterima melalui jalur ini tidak terdaftar dalam Dapodik. 

Sehingga mereka terancam kehilangan hak untuk mendapatkan rapor elektronik dan ijazah.

"Jalur Solusi sampai saat ini memang tidak memiliki dasar hukum, syarat, mekanisme, hingga konsekuensi yang jelas," ujarnya. 

"Semangat awal dari Pak Walikota Makassar agar tidak ada anak yang tidak bersekolah, menjadi kontraproduktif dengan kenyataan bahwa malah terdapat beberapa sekolah negeri yang daya tampungnya bahkan belum tercukupi," sambung Aswiwin.

Faktor lain yang memperburuk situasi, kata dia adalah adanya dugaan tekanan dari orang tua siswa.

Kemudian intervensi atasan, dan tekanan pihak-pihak eksternal yang memiliki akses untuk ‘menitipkan’ peserta didik meski sudah melebihi kapasitas rombelnya.

Di sekolah-sekolah yang selama ini masih dianggap favorit seperti SMP 1, SMP 6 dan SMP 8, misalnya, jumlahnya mencapai 186, 166 dan 171 siswa yang akhirnya tidak terdaftar.(*) 

Berita Terkini