Cacang pun nyaleg caleg.
Dan, 2010 usai gagal ke parlemen nasional, dia mengendarai partai itu untuk maju Pilkada Maros.
Tahun berganti, hasrat politik Cacang tak kunjung padam.
Lima tahun kemudian, pemilu 2014, Cacang seingatku istirahat nyaleg di dapil "II" Bugis.
Dia membantu Ilham Arief Sirajuddin untuk Pilgub Sulsel.
Namun, dia termyata masih memendam hasrat politik lokalnya.
"Semoga bisa dapat pinangan calon bupati di Maros Daeng. "
Tahun 2019, dia mengagetkanku.
Tetiba jadi caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Itu partai baru dan sarat kontroversi. Ternyata, Cacang kembali unjuk akses lobi elitenya di Jakarta. Dia ternyata akrab dengan Jeffrie Geovanie, si pendiri partai.
Ya, Cacang kembali gagal.
Patah semangatkah dia berpolitik?
Tidak, jelang pemilu 2019 dia menelponku.
Dia meminta tolong untuk meyakinkan elite PKB Jakarta dan Sulsel, untuk jadi caleg DPR-RI.
Bersama seorang rekan dari DDI, aku pun membuat janjian khusus dengan elite PKB Sulsel.
Sayang, PKB punya dinamika sendiri.
Cacang tak masuk daftar caleg sementara di partai berbasis NU itu.
Sebulan kemudian, Cacang mengejutkanku lagi.
Ternyata Cacang jadi caleg DPR nomor dua dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Di momen ini, 2023 jelang pemilu 2024, Cacang mengemas hasrat politik praktis " ahlussunnah wal Jamaah " dengan jadi ketua panitia haul Semesta DDI, dan memperjuangkan AGH Ambo Dalle jadi pahlawan Nasional.
Selepas itu, dia mengundangku ngopi.
Dia mengabari, jadi koordinator pembebasan lahan jalur kereta api nasional di Barru, Pangkep, Maros dan Makassar.
Di sini, dia sukses meredam potensi konflik lahan.
Lantas Aku bertanya, apa kiatnya.
"Daeng, sejak dulu sejak usai mendudukan Hasanuddin dan Fajar Zulkarnaen jadi Ketum PB HMI, saya belajar ikhlas. Belajar untuk tidak berharap selain kepada Allah SWT."
Selamat jalan Ndik. Narapini wettutta. Idi manihe mattajeng. (thamzil thahir)
Palu, 15 Januari 2025