Mulai 2025 Bangun Rumah Sendiri Kena Pajak 2,4 Persen, Ini Plus Minusnya Kata Pengamat

Penulis: Rudi Salam
Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Bangun rumah sendiri bakal kenai pajak yang lebih besar mulai tahun 2025.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Membangun rumah sendiri bakal kenai pajak yang lebih besar mulai tahun 2025.

Dari awalnya 2,2 persen menjadi 2,4 persen.

Ini merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) mulai 1 Januari 2025.

Hal ini sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Atas kebijakan tersebut, salah satu pajak yang akan naik adalah PPN atas kegiatan membangun rumah sendiri.

Baca juga: Ekonom: Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Picu Inflasi

Ketentuan terkait PPN membangun rumah sendiri termasuk besarannya telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.30/2022 tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.

"Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertuang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun rumah sendiri," bunyi Pasal 2 Ayat (2) PMK tersebut.

Bunyi ayat selanjutnya menyebutkan bahwa kegiatan membangun rumah sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

Berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) PMK tersebut, PPN dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dengan besaran tertentu.

"Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian 20 persen dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak," bunyi Pasal 3 Ayat (2).

Dengan demikian, saat tarif PPN saat ini sebesar 11 persen, besaran tarif yang berlaku 2,2 persen. 

Sementara ketika PPN naik menjadi 12 persen, tarif yang berlaku tentu bertambah menjadi 2,4 persen untuk 2025.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Abdul Muttalib menilai kenaikan pajak ini bisa berdampak negatif pada daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang berencana membangun rumah sendiri. 

“Biaya tambahan ini bisa membuat beberapa orang menunda atau bahkan membatalkan rencana pembangunan rumah,” katanya, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Senin (16/9/2024).

Menurut Muttalib, sektor konstruksi dan real estate juga akan terdampak, karena permintaan untuk pembangunan rumah bisa menurun. 

Hal ini pun dinilai bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di sektor kontruksi dan real estate.

Di sisi lain, kata dia, kenaikan pajak ini bisa meningkatkan pendapatan negara yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastrukturn layanan publik lainnya.

Ia juga menilai, kenaikan pajak ini bisa dipandang perlu untuk meningkatkan pendapatan negara.

Terutama di tengah kebutuhan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan dan layanan publik. 

“Namun, timing dan besaran kenaikan ini perlu dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak terlalu membebani masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih tidak menentu,” kata Muttalib.

Wakil Dekan 3 FEB Unismuh Makassar ini menambahkan, dalam konteks ekonomi yang masih tidak pasti di tahun depan, kebijakan ini bisa memperlambat sektor properti, terutama pembangunan perumahan oleh individu. 

Dampaknya pun bisa berupa pengurangan permintaan di sektor konstruksi, yang berpotensi memperlambat laju ekonomi lokal yang bergantung pada sektor ini.

Perlu Ditinjau Ulang

Muttalib menilai, kebijakan kenaikan pakak bangun rumah sendiri perlu ditinjau kembali agar tidak terlalu memberatkan masyarakat.

Terutama dalam kondisi ekonomi yang masih diprediksi samar-samar. 

Jika tidak, kata dia, bisa jadi malah kontraproduktif dengan menghambat akses masyarakat untuk memiliki rumah sendiri. 

“Alternatifnya, pemerintah bisa mempertimbangkan mekanisme pengecualian atau pengurangan pajak bagi rumah dengan luas atau nilai tertentu untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah,” jelas Muttalib.(*)

Berita Terkini