Peringatan Darurat

UUD 1945 Larang Putusan MK Dianulir oleh UU, Manuver DPR RI Jegal PDIP dan Anies Gagal Total!

Editor: Alfian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peringatan Darurat DPR RI

TRIBUN-TIMUR.COM - Peringatan Darurat ! Undang-undang Dasar 1945 melarang putusan Mahkamah Konstitusi dianulir oleh Undang-undang.

Hal ini ditegaskan Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyikapi adanya manuver DPR RI menganulir keputusan MK tentang aturan ambang batas pencalonan dan syarat umur calon kepala daerah pada Pilkada 2024.

Sebelumnya, MK memberikan angin segar bagi sejumlah pihak utamanya partai politik yang terkendala ambang batas minimal 20 persen perolehan kursi di DPRD untuk mengusung kepala daerah.

Salah satu contoh dan yang paling mendapat perhatian yakni soal Pilgub Jakarta 2024.

Dimana, PDIP sulit mengusung calon sendiri lantaran semua partai bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung Ridwan Kamil.

Kandidat calon gubernur Jakarta yang memiliki elektabilitas tertinggi yakni Anies Baswedan juga kesulitan memenuhi tiket untuk bertarung di Pilgub Jakarta 2024 setelah ditinggal semua partai.

Selain di Pilgub Jakarta 2024, masih ada beberapa kasus lain yang juga berpotensi menggugurkan kandidat calon yang dianggap memiliki elektabilitas tinggi.

Bahkan skema melawan kotak kosong juga terjadi di beberapa wilayah.

Semisal di Banten, Jawa Timur dan Jawa Barat.

Baca juga: PDIP Tegaskan Usung Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024, Tak Peduli Hasil Akhir Revisi UU Pilkada

Menyikapi hal ini Bivitri Susanti menegaskan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak boleh dianulir oleh undang-undang (UU).

Pernyataan tersebut Bivitri sampaikan saat dimintai tanggapan terkait langkah DPR RI yang tiba-tiba mengebut pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada pasca terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024. 

“UUD kita juga jelas sekali enggak boleh Putusan MK dianulir oleh sebuah undang-undang,” kata Bivitri dalam obrolan Newsroom di YouTube Kompas.com, Rabu (21/8/2024).

Adapun putusan MK itu mengubah ambang batas parlemen Pilkada disesuaikan dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sehingga partai politik manapun bisa mengajukan calon kepala daerah, meski tidak berkoalisi.

Bivitri mengatakan, hanya kurang dari 24 jam pasca putusan MK DPR langsung menancap gas untuk Merevisi UU Pilkada.

Revisi itu bertujuan untuk membalikkan putusan MK dengan menentukan ambang batas pilkada 20 persen bagi partai yang memiliki kursi di DPRD.

“Saya mengikuti betul dari menit ke menit tiba-tiba sudah bisa terjadi perubahan undang-undang yang justru membalikkan kembali putusan MK itu,” ujarnya.

Bivitri mengatakan, langkah yang dilakukan DPR jelas sebuah anomali.

Sebab, banyak Rancangan Undang-Undang (RUU) seperti menyangkut masyarakat adat dan perlindungan pekerja rumah tangga sudah belasan tahun tidak dibahas DPR.

“Ini giliran kepentingannya partai-partai politik kurang dari 24 jam bisa langsung dikebut dan jangan-jangan besok kita akan dapat undang-undang baru,” tutur Bivitri.

Menurutnya, sebagai orang yang mempelajari dan mengajarkan mata kuliah hukum tata negara, tindakan DPR sulit dibenarkan.

“Secara prinsip di sleuruh dunia enggak ada yang kayak gini,” kata dia.

Sebagai informasi, Baleg DPR RI tiba-tiba menggelar Rapat Revisi UU Pilkada dengan pemerintah pada hari ini, setelah MK mengabulkan gugatan judicial review atas atas UU Pilkada kemarin.

Rapat kerja DPR RI berlangsung cepat pada pukul 10.00 WIB.

Agenda dilanjutkan dengan rapat panitia kerja pembahasan revisi UU Pilkada pada pukul 13.00 WIB, dan akan diputuskan pada Rabu pukul 19.00 WIB. 

Anggota Badan Legislasi DPR Yandri Susanto mengeklaim, revisi UU Pilkada tidak bertujuan untuk menganulir putusan MK, tetapi menyadur putusan MK ke dalam UU Pilkada.  

"Kita enggak mungkin menganulir MK, kita ingin menyadur itu biar terang benderang, tidak ada tafsir yang liar, oleh penyelenggara KPU maupun pasangan calon yang ingin berkontestasi di Pilkada. Inilah redaksinya, titik komanya, kalimat per kalimatnya itu mesti kita sadur dalam UU Pilkada," kata Yandri, Rabu.

Adapun pihak yang disebut mengundang pemerintah dalam rapat di DPR ini adalah Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.

Padahal, putusan MK itu dinilai progresif dan membuka peluang bagi masyarakat untuk bisa memilih lebih banyak calon di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

Baleg DPR RI Mengakali Putusan MK

Panitia Kerja (Panja) Revisi UU Pilkada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat kerja bersama pemerintah dalam hal ini Kemendagri, Kemenkumham, dan Kemenkeu bersama Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD) pada Rabu (21/8/2024).

Rapat di gedung parlemen itu membahas Revisi Undang-Undang (UU) terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Rapat digelar sehari setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Pilkada 2024.

Dalam rapat Baleg DPR itu diduga ada beberapa poin putusan MK yang 'diakali' oleh para anggota dewan, diantaranya:

1.  Ambang Batas Pencalonan

Diduga Panja Revisi UU Pilkada Baleg DPR  berupaya mengakali putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu.

Awalanya dalam rapat, DPR dan pemerintah mengaku sepakat mengadopsi putusan MK itu.

Namun Baleg DPR diduga mengakalinya dengan membuat pelonggaran threshold itu hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD.

Ambang batas minimum 7,5 persen yang sebelumnya diputuskan MK kini gugur.

Ketentuan itu menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang dibahas oleh panja dalam kurun hanya sekitar 3 jam rapat.

Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.

Padahal justru pasal itulah yang dibatalkan MK dalam putusannya kemarin.

Dalam putusan MK sebelumnya menyatakan bahwa ambang batas  pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya atau 20 persen kursi DPRD.

MK memutuskan threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

MK menegaskan hal ini demi menghindari berjalannya demokrasi yang tidak sehat karena threshold versi UU Pilkada rentan memunculkan calon tunggal.

Dengan begitu maka dimungkinkan PDIP terancam tidak dapat mencalonkan gubernur di Jakarta.

Pasalnya untuk di Jakarta, PDIP memperoleh kursi 15,65 persen atau kurang dari 20 persen.

Keputusan Baleg DPR RI ini bisa menutup pintu bagi  Anies Baswedan maju di Pilkada Jakarta lewat PDIP.

"Menyikapi keputusan MK yang baru ditetapkan beberapa waktu lalu. Jadi kami dibantu oleh sekretariat ditampilkan. Jadi hanya penyempurnaan redaksi, dan kemudian beberapa hal yang penyesuaian," kata Staf Ahli DPR RI di Baleg, Widodo saat menyampaikan presentasi di dalam rapat panja yang digelar di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

2. Usia Kepala Daerah

Baleg DPR juga menyepakati syarat batas usia cagub dan cawagub merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA).

Berdasarkan putusa MA, batas usia cagub dan cawagub minimal 30 tahun sejak pelantikan pasangan calon kepala daerah terpilih.

Mayoritas fraksi menyetujui syarat usia cagub dan cawagub mengikuti putusan MA.

"Setuju ya merujuk ke MA?" tanya Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi dalam rapat di gedung parlemen Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Sebelum disepakati, Anggota Baleg dari F-PDIP Putra Nababan mengajukan protes. Dia mempertanyakan dasar persetujuannya.

"Pimpinan ini setuju atas apa pimpinan?" tanya Putra.

Awiek pun menjawab dengan menegaskan kembali bahwa ketentuan soal usia cagub yang masuk dalam RUU Pilkada adalah putusan MA.

"Pilihan MA, Mahkamah Agung, kan ada dua putusan pengadilan. Fraksi PDIP sudah kita kasih kesempatan ngomong, fraksi yang lainkan juga punya kesempatan ngomong, punya hak yang sama," ujat Awiek.

Dengan keputusan ini, tentu kembali membuka peluang bagi Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep untuk ikut berkontestasi di Pilkada Serentak 2024.

Sebab  sebelumnya peluang Kaesang tertutup untuk Pilkada 2024 karena Mahkamah Konstitusi memutuskan usia cagub-cawagub minimal 30 pada saat pendaftaran.

3. Pelantikan Kepala Daerah Mulai Februari 2025

Baleg DPR juga menyepakati proses pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada serentak yang digelar November 2024 akan dilangsungkan bertahap mulai Februari 2025.

"Prinsipnya secara bertahap ya? Perlu tambahan kalimat di situ. Serentak bertahap mulai Februari 2025," kata Wakil Ketua Baleg DPR RI sekaligus pimpinan rapat, Ahmad Baidowi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Suhajar Diantoro yang mewakili Pemerintah membeberkan terkait proses tahapan Pilkada setelah pencoblosan.

Kata Suhajar, nantinya KPU RI akan mengumumkan hasil atau rekapitulasi suara dari hasil Pilkada itu akan dimulai pada 16 Desember 2024.

Setelahnya kata dia, akan diberikan waktu untuk masa sanggah calon kepala daerah yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi RI dengan batas waktu 3 hari.

"Kemudian ada tiga hari masa perbaikan perkara yang mau diperkarakan sampai 23 (Desember, red)," kata dia.

"Dari (tanggal) 23, KPU masih menunggu surat dari MK, yang memberitahukan mana daerah-daerah yang akan bersengketa, dan itu dalam tahapan peraturan MK, tahapannya di 7 Januari, kita hitung lagi di 7 Januari, MK kirim surat ke KPU, KPU akan sampaikan ke KPU seluruh daerah," beber Suhajar.

Kata dia, dari hasil tersebut nantinya akan ada beberapa provinsi yang tidak bersengketa terhadap hasil dari KPU.

Maka kata Suhajar, terhitung sejak Januari 2025 KPU sudah bisa melakukan rapat pleno hasil Pilkada terhadap provinsi yang tidak bersengketa tersebut.

"Daerah yang tidak ada sengketa KPU punya waktu 3 hari untuk plenokan hasilnya baru sampaikan ke DPRD provinsi kabupaten masing-masing, DPRD perlu tiga hari untuk menyampaikannya, apabila DPRD ga proses akan diambil alih pemerintah," kata Suhajar.

Dengan adanya tahapan tersebut maka Suhajar menyatakan sejatinya pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 sudah bisa dilakukan secara bertahap mulai 7 Februari 2025.

"Maka kita perkirakan 7 Februari 2025 pelantikan gubernur serentak dapat dilaksanakan, Bupatinya 10 Februari," ujar dia.

Dapat langgar konstitusi

Apakah akal-akalan pemerintah dan DPR ini dapat dibenarkan secar hukum?

Patut diketahui, putusan MK bersifat final sehingga tak dapat direvisi.

Sifat final putusan MK bahkan merupakan amanat UUD 1945 hasil amendemen ketiga yang tercantum secara eksplisit pada Pasal 24C ayat (1).

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum," bunyi ayat tersebut.(*)

 

Berita Terkini