TRIBUN-TIMUR.COM - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Krsitiyanto tertimpa masalah baru.
Setelah dipanggil soal pelarian Harun Masiku, Hasto memanggil lagi Hasto dengan kasus lain.
Kini Hasto terseret dalam dua kasus dugaan korupsi yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada 10 Juni lalu, Hasto dipanggil KPK sebagai saksi dugaan suap eks kader PDI-P Harun Masiku ke anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Harun Masiku sampai saat ini masih buron KPK.
Belum ada yang mengetahui lokasi persembunyian Harun Masiku.
KPK memang kian gencar mencari keberadaan Harun beberapa bulan terakhir.
Harun Masiku dicari lagi saat masa jabatan Jokowi sebagai presiden bakal berakhir.
Hal itu ditunjukkan dengan memanggil sejumlah saksi yang diduga mengetahui persembunyian Harun.
Setelah mengantongi beberapa informasi, penyidik pun memanggil Hasto.
Namun, pemeriksaannya saat itu belum masuk pokok perkara karena Hasto ribut dengan penyidik.
Hasto tidak terima staf yang menemaninya ke KPK digeledah.
Tiga buah handphone, kartu ATM, dan buku catatan pun disita penyidik.
“(Kusnadi dipanggil) katanya untuk bertemu dengan saya, tapi kemudian tasnya dan handphone-nya atas nama saya, itu disita,” kata Hasto seusai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/6/2024) lalu.
Kubu Hasto kemudian melakukan perlawanan dengan melaporkan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidikan KPK yang menangani Harun Masiku, AKBP Rossa Purbo Bekti.
Rossa diadukan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Bareskrim Polri, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, hingga digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, tindakan pihak Hasto itu mengganggu rencana penyidikan.
Sebab, Rossa harus memenuhi panggilan sejumlah lembaga untuk dimintai keterangan.
Padahal, ia sudah menjadwalkan penyidikan perkara Harun.
"Tentunya mengganggu rencana penyidikan yang sudah dibuat, karena yang bersangkutan harus memenuhi panggilan-panggilan tersebut," kata Tessa saat dihubungi awak media di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Dugaan obstruction of justice Meski demikian, penyidikan perkara Harun justru semakin melebar.
KPK belakangan menyatakan membuka peluang mengusut dugaan obstruction of justice atau perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
Banyak pihak menduga Harun sengaja disembunyikan oleh pihak tertentu.
Tessa mengatakan, peluang penetapan pasal obstruction of justice terbuka setelah penyidik memeriksa istri terpidana kasus Harun sekaligus mantan kader PDI-P, Saiful Bahri, Dona Besari.
"Penyidik membuka kemungkinan tersebut diduga dari hasil pemeriksaan saksi terakhir ada upaya-upaya tersebut," kata Juru Bicara KPK Tessa, Jumat (19/7/2024).
Namun, Tessa enggan mengungkap lebih detail proses dan peluang penyidikan baru dalam kasus Harun itu.
Ia hanya menyebut, KPK telah mengantongi bukti permulaan yang menjadi indikasi adanya tindak pidana menghalangi penyidikan Harun Masiku.
"Ada dugaan ke sana," kata Tessa.
Kasus proyek jalur kereta DJKA
Tidak hanya kasus Harun Masiku, nama Hasto juga terseret dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perawatan jalur kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Hasto dipanggil dalam kapasitasnya sebagai konsultan, bukan elite PDI-P pada Jumat.
Menurut Tessa, dalam dokumen administrasi kependudukan Hasto tercatat sebagai konsultan.
Namun, Hasto tidak hadir.
Pengacaranya, Ronny Talapessy menyebut kliennya baru menerima surat panggilan dari KPK pada Jumat pagi.
"Untuk undangan klarifikasi Mas Hasto sebagai saksi belum bisa dipenuhi karena baru mendapatkan info panggilan pagi tadi sedangkan sudah ada jadwal kegiatan lainnya hari ini," kata Ronny kepada Kompas.com, Jumat.
Ditemui di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P, Hasto mengaku dirinya tidak memiliki keterkaitan dengan perkara DJKA.
Hasto mengakui, dalam identitas pribadinya memang tertera sebagai konsultan karena pernah bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Saya pribadi tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut. Tidak ada bisnis, kalau saya disebut sebagai konsultan, memang di KTP saya, karena dulu saya bekerja di BUMN, kata Hasto di DPP PDI-P, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2024).
Hasto menduga, ia dipanggil KPK untuk didalami kasus korupsi terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Dugaan ini muncul dari informasi yang disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PDI-P Yoseph Aryo Adhie yang diperiksa KPK terkait DJKA pada Kamis.
"Kalau berdasarkan keterangan dari Wasekjen, itu dikaitkan dengan Pilpres 2019, di mana posisi saya saat itu sebagai Sekretaris Tim Pemenangan (Jokowi-Ma'ruf Amin),” kata Hasto.
Saat itu, kata Hasto, terdapat pihak yang memberikan bantuan untuk kampanye pemenangan Jokowi-Ma'ruf.
“Karena terkait ada yang memberikan bantuan, dan kemudian disinyalir bantuan tersebut apakah ini masih didalami oleh KPK, ada kaitannya dengan persoalan korupsi tersebut,” ucapn dia.
Sementara itu, Yoseph mengaku diperiksa penyidik KPK terkait foto bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Adhi dicecar penyidik menyangkut operasional Tim Pemenangan Jokowi-Maruf pada Pemilu 2019 yang saat itu diketuai Erick Thohir dan Hasto Kristiyanto sebagai sekretarisnya.
Ia kemudian mengaku kepada penyidik bahwa dirinya bertugas sebagai Kepala Sekretariat Tim Pemenangan Jokowi-KH Maruf Amin.
“Karena pembentukan Rumah Aspirasi di awal sebagaimana arahan Erick Thohir sebagai ketua tim pemenangan bahwa operasional Rumah Aspirasi di-handle oleh Pak Budi Karya Sumadi,” kata Adhie.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com