Kabinet Prabowo

5 PR Ekonomi Warisan Jokowi Harus Ditutaskan Prabowo, Dampaknya Sangat Dirasakan Warga

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potret Prabowo Subianto saat bersama Presiden Jokowi untuk melaporkan rencana pelaksanaan perhelatan Musyawarah Sufi Internasional yang akan digelar di Pekalongan, Agustus 2023. (instagram/@prabowo)

TRIBUN-TIMUR.COM - Presiden Jokowi bakal meninggalkan lima Pekerjaan Rumah atau PR untuk Prabowo Subianto.

Jokowi bakal meninggalkan lima persoalan ekonomi yang harus dituntaskan kabinet Prabowo-Gibran.

Kebijakan ekonomi Jokowi akan berdampak bagi pemerintahan Prabowo.

Daftar persoalan ekonomi itu dijelaskan Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti.

Esther menjelaskan persoalan pertama yang bakal dihadapi yaitu kualitas pertumbuhan ekonomi yang relatif menurun, yang pada akhirnya membuat konsumsi rumah tangga selalu menjadi backbone bagi pertumbuhan ekonomi.

"Padahal kalau kita lihat mesin-mesin pertumbuhan ekonomi tidak hanya  konsumsi rumah tangga, tetapi investasi, ekspor, belanja pemerintah, pajak sekaligus transfer daerah," kata Esther Seminar Nasional dan Kajian Tengah Tahun INDEF 2024: Presiden Baru, Persoalan Lama, Selasa (25/6).

Persoalan kedua mengenai daya beli terus turun di tengah kebijakan fiskal yang ketat saat ini, apalagi presiden terpilih sudah menetapkan rasio penerimaan negara harus naik jadi 23 persen. 

"Artinya, generate income pajak harus ditingkatkan," ucapnya.

Persoalan ketiga berbicara soal kebijakan moneter yang ketat.

Menurutnya, saat ini kondisi ekonomi baik fiskal dan moneter masih relatif ketat, ditandai tingkat suku bunga yang terus naik, nilai tukar rupiah yang berfluktuasi pada level sekitar  Rp16.400 per dolar AS.

 "Sehingga ini adalah kondisi ekonomi yang relatif sulit ini akan menjadi awalan pemerintahan presiden baru nanti," ujarnya.

Keempat, turunnya fleksibilitas fiskal rasio pajak yang hanya di kisaran 8 persen-10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), dan rasio utang mencapai 38 persen terhadap PDB. 

Ditambah lagi, akan ada kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari semula 11 % menjadi 12 % , sehingga ruang fiskal relatif lebih sempit.

"Maka ke depan mau tidak mau generate more income atau revenue state harus terus diupayakan," ujar Esther.

Masalah kelima terkait performa industri manufaktur juga mengalami penurunan.

Halaman
1234

Berita Terkini