Pelecehan Seksual

Pengacara di Palopo Sulsel Lecehkan Wanita, Mulanya Korban Curhat Soal Mantan Berujung Diajak Ngamar

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Wanita di Palopo jadi korban pelecehan seksual pengacara. 

TRIBUN-TIMUR.COM, PALOPO -  Polres Palopo, Sulawesi Selatan masih mendalami kasus tindak pidana kekerasan seksual dilakukan oknum pengacara berinisial AA.

Kejadian tersebut bermula saat korban berkenalan dengan terduga pelaku, Selasa (18/6/2024).

Keduanya kemudian rutin berkomunikasi melalui chat hingga terduga pelaku mengajak korban bertemu.

"Mereka janjian ngopi, korban ingin cerita dan curhat mengenai hubungan korban dengan mantan pacarnya. Terduga pelaku lalu menjemputnya di rumah korban," kata Kasi Humas Polres Palopo, AKP Supriadi, Sabtu (22/6/2024).

Keduanya sempat mendatangi rumah orang tua terduga pelaku untuk mengambil makanan. 

Setelah itu, mereka menuju ke rumah terduga pelaku.

Korban tak menaruh rasa curiga terhadap terduga pelaku dan memasuki rumah oknum pengacara tersebut.

Terduga pelaku sempat menawarkan korban makan, namun ia menolak tawaran AA.

Baca juga: Siswi SMP di Luwu Sulsel Jadi Korban Rudapaksa Ayah Tiri, Terjadi 4 Kali dalam 6 Bulan

"Usai makan, terduga pelaku mengajak korban ke kamarnya. Saat di dalam kamar, mereka bercerita dan terduga pelaku langsung melancarkan aksinya dengan melepaskan seluruh pakaian korban," jelasnya.

Terduga pelaku memaksa korban  memenuhi nafsunya. 

Korban tak dapat melawan karena tenaga AA yang lebih kuat.

Keluarga korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polres Palopo.

Saat ini, terduga pelaku telah diamankan di Mapolres Palopo dan kasus tersebut sudah memasuki tahap penyidikan.

Atas perbuatannya, terduga pelaku disangkakan pasal 6 C UU RI nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.

Siswi SMP di Luwu Sulsel Jadi Korban Rudapaksa Ayah Tiri, Terjadi 4 Kali dalam 6 Bulan

Tim Resmob Polres Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) serta Unit Reskrim Polsek Kecamatan Bua meringkus MS (43) di persembunyiannya.

MS dibawa ke Mapolres Luwu, setelah rudapaksa anak tirinya sendiri berinisial SE (14) masih diduk di bangku SMP.

Kanit PPA Polres Luwu, Aipda Ismail mengaku, modus MS rudapaksa anak tirinya saat kondisi rumah sedang sepi.

"Modus pelaku itu ketika dia melihat kesempatan, tidak ibu korban atau dalam keadaan rumah sepi di sana dia melakukan rudapaksa," jelasnya, Rabu (12/6/2024).

Kata Ismail, sewaktu melakukan aksi bejatnya, korban berupaya melawan pelaku.

"Di waktu merudapaksa si anak sempat meronta artinya melawan. Namun pasca kejadian, ada unsur pengancaman juga dari pelaku supaya tidak melapor," tandasnya.

Dirinya menambahkan, perlakuan MS terbongkar setelah korban melaporkan hal tersebut ke ibu dan neneknya.

"Ditambah karena anak trauma juga. Jadi nanti ada keberanian karena sudah tidak tahan lagi dia melapor ke ibu dan neneknya," akunya.

Menurut Ismail, kondisi korban kini masih dalam trauma. Sehingga pihaknya dibantu Dinas P2TP2A untuk pendampingan psikologis.

"Saat ini kondisi korban sudah mendapat pendampingan psikologi dari Dinas P2TP2A. Tetap kami libatkan. Karena sampai sekarang biasa korban masih sering menangis," terangnya.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Luwu, Muhammad Saleh mengaku, saat diinterogasi, pelaku mengaku, rudapaksa korban sebanyak 4 kali dalam rentan waktu 6 bulan.

"Dari hasil interogasi kami, bahwa MS telah melakukan tindakan asusila kepada anak tirinya sebanyak 4 kali di secara bertahap mulai Desember 2023 hingga Juni 2024," akunya.

Kata Saleh, aksi bejat MS terbongkar setelah korban yang sudah tak tahan melaporkan kejadian yang dialaminya kepada ibunya.

"Ibu SE yang tak terima mendengar cerita anaknya, langsung melaporkan MS insiden tersebut ke kepolisian," ujarnya.

Dirinya menambahkan, pelaku dijerat Pasal 76 D Jo pasal 81 ayat (1), ayat (2) dan atau pasal 76 E Jo pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-undang RI No 17 tahun 2016, tentang Perlindungan Anak.

"Dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara," tandas Saleh.

Tak hanya itu, sambung Saleh, MS juga dikenakan denda sebesar Rp500 juta dan mendapat hukuman tambahan karena statusnya sebagai wali korban.

“Kemudian denda paling banyak Rp500 juta dan pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana karena tersangka adalah orang tua, wali, pengasuh anak," tutupnya. (*)

Laporan Wartawan Tribun-Timur.comm Andi Bunayya Nandini

 

 

Berita Terkini