Opini

Membuka Kotak Pandora: Dilema Integrasi ChatGPT dalam Pendidikan Tinggi

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Noor Komari Pratiwi, Mahasiswa doktoral Pendidikan Bahasa dan Sastra UNESA

Noor Komari Pratiwi

Mahasiswa doktoral Pendidikan Bahasa dan Sastra UNESA

Integrasi ChatGPT dalam Pendidikan Tinggi

Pendekatan pendidikan dan teknologi mengalami perubahan besar.

Integrasi teknologi pada bidang pendidikan dengan nilai-nilai kemanusiaan menempatkan manusia sebagai perhatian utama, yang berarti bahwa integrasi teknologi harus mampu meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

Akibatnya, teknologi harus digunakan dalam pendidikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, membangun keterampilan abad ke-21, dan mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tuntutan era masyarakat 5.0 yang semakin kompleks.

Kecerdasan buatan (AI) adalah salah satu teknologi baru yang telah masuk ke dunia akademik.

Dalam konteks ini, ChatGPT, model bahasa AI yang canggih, telah muncul sebagai alat pembelajaran yang menarik perhatian banyak pihak.

ChatGPT menjanjikan aksesibilitas yang besar terhadap informasi dan sumber daya pembelajaran, memungkinkan peserta didik untuk belajar secara mandiri dan menemukan jawaban atas pertanyaan mereka kapan saja dan di mana saja.

Kelebihan ini telah membuatnya menjadi alat yang populer di kalangan mahasiswa.

ChatGPT dalam pendidikan tinggi telah menjadi subjek kontroversi.

Beberapa orang melihatnya sebagai alat yang sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan kreatif dan kritis mahasiswa, sementara yang lain khawatir bahwa dapat terjadi kondisi yang bertentangan sehingga berpengaruh terhadap kemampuan akademik mahasiswa.

Meskipun ada perdebatan tentang penggunaan ChatGPT di lembaga pendidikan tinggi, manfaatnya perlu dipertimbangkan.

Dengan fitur pencarian informasi yang cepat dan pembuatan teks kreatif, teknologi ini dapat meningkatkan pembelajaran mahasiswa.

Ini memungkinkan pembelajaran yang lebih efisien dan dinamis.

Kotak pandora teknologi telah terbuka. Kotak ini membawa keajaiban sekaligus tantangan yang tidak terbendung lagi.

Teknologi canggih ChatGPT membuka pintu menuju dunia baru yang penuh potensi dan risiko yang kompleks.

Namun, seperti dalam kisah mitos Yunani, teknologi yang dihadirkan melalui kotak pandora ini tidak hanya memiliki potensi luar biasa, tetapi juga tantangan yang perlu dipertimbangkan secara cermat.

Bagaimana kita menghadapi dan dan mengelola dampaknya terhadap kehidupan manusia, terutama dalam pendidikan tinggi, akan menjadi pembahasan yang menarik yang membutuhkan perhatian dan pemikiran mendalam dari pembaca.

Peluang Integrasi ChatGPT

Pemanfaatan teknologi digital dalam pendidikan memberikan peluang besar untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Dengan sumber belajar daring yang mudah diakses, pemelajar dapat belajar secara fleksibel di berbagai waktu dan tempat, dengan cara yang lebih menarik bagi mereka.

Ketika berinteraksi dengan ChatGPT, mahasiswa perlu menggunakan keterampilan menulis, pemecahan masalah, dan kemampuan literasi digital.

Pentingnya kemampuan literasi digital dalam konteks ini adalah bahwa mahasiswa harus mampu menggunakan teknologi dengan bijaksana dan kritis terhadap informasi yang mereka dapatkan dari mesin kecerdasan buatan tersebut.

Keterampilan-keterampilan inilah yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam era pendidikan abad ke-21.

Dalam interaksi yang terjalin antara manusia dan ChatGPT, bahasa berperan sebagai alat berpikir yang dapat mendorong mahasiswa untuk mengembangkan diskusi yang mendalam dengan ChatGPT.

Dengan kemampuannya menyajikan informasi dan menjawab pertanyaan, ChatGPT memperlihatkan keunggulannya dalam meningkatkan pemahaman dan memperluas wawasan mahasiswa tentang berbagai topik akademik.

Tantangan Integrasi ChatGPT

Selain peluang, penggunaan ChatGPT juga menimbulkan beberapa tantangan yang perlu dipertimbangkan dengan cermat.

Salah satunya adalah potensi ketergantungan yang terlalu besar pada teknologi.

Mahasiswa dapat menjadi terlalu bergantung pada ChatGPT untuk mencari jawaban. Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka dalam pemecahan masalah dan pemikiran kritis.

Meningkatnya interaksi dengan mesin kecerdasan buatan ini juga bisa mengakibatkan kurangnya interaksi sosial dalam proses pembelajaran, yang bisa berdampak pada kemampuan berbicara manusia.

Selain itu, ketidakakuratan jawaban yang dihasilkan oleh ChatGPT dapat menjadi masalah.

Meskipun model ini memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menghasilkan jawaban, ada kemungkinan jawaban yang diberikan tidak selalu benar atau relevan, yang dapat menyebabkan kebingungan atau kesalahpahaman pada mahasiswa.

Tidak hanya itu, ada juga kekhawatiran etika seputar penggunaan ChatGPT dalam pembelajaran.

Hal ini mencakup keamanan data dan potensi penyalahgunaan teknologi yang dapat merusak integritas akademik, seperti plagiarisme.

Meskipun demikian, dengan pertimbangan yang cermat terhadap manfaat dan tantangan yang terkait, penggunaan ChatGPT dalam pendidikan tinggi dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memperkaya pengalaman pembelajaran mahasiswa.

Mahasiswa harus mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi dan tahu bagaimana memanfaatkannya untuk kepentingan akademik mereka.

Di sisi lain, lembaga pendidikan tinggi perlu menyeimbangkan penggunaan ChatGPT dalam pembelajaran untuk memaksimalkan keuntungan dan mengatasi tantangan.

Kita memerlukan pengajar yang adaptif dengan gempuran kecanggihan teknologi ini.

Dosen dapat menggunakan strategi yang holistik untuk memantau penggunaan ChatGPT pada mahasiswa.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dosen harus mengajarkan tentang etika penggunaan ChatGPT.

Bahwa mahasiswa harus mencari sumber informasi yang valid, termasuk pentingnya mengutip sumber rujukan dengan benar, dan menghindari menyalin tulisan tanpa memberikan atribut.

Kemudian, dosen harus membuat rubrik penilaian yang jelas sesuai dengan etika dan standar.

Langkah ini penting untuk menjaga integritas akademik. Rubrik penilaian mencakup orisinalitas dan ketajaman analisis.

Pengawasan terhadap tindakan plagiarisme perlu dilakukan. Pengawasan ini bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi lainnya, berupa perangkat pendeteksi.

Teknologi ini memungkinkan dosen untuk memastikan bahwa pekerjaan mahasiswanya tidak melanggar standar etika yang ditetapkan dalam rubrik penilaian.

Dengan begitu, rubrik penilaian dan pengawasan terhadap plagiarisme bekerja secara sinergis untuk memastikan bahwa mahasiswa tidak hanya memenuhi standar penilaian, tetapi juga bertanggung jawab secara akademis dalam penggunaan teknologi.

Setelah mendapatkan hasil penilaian tugas mahasiswa, dosen perlu memberikan umpan balik dengan melakukan interaksi secara personal dengan mahasiswa tentang hasil pekerjaan mereka.

Proses umpan balik ini dapat membangun kesadaran dan pemikiran kritis mahasiswa tentang penggunaan teknologi dalam pembelajaran.

Strategi terakhir adalah penerapan model pembelajaran kolaborasi dan proyek kelompok.

Dengan model pembelajaran ini, mahasiswa terdorong untuk berinteraksi dan berkontribusi secara langsung untuk mengurangi ketergantungan terhadap ChatGPT sebagai sumber utama dalam pekerjaan mereka.

Dengan menggabungkan strategi ini, dosen dapat memastikan bahwa penggunaan teknologi dalam pembelajaran memberikan dampak positif bagi perkembangan akademik mahasiswa.

Pendidikan tinggi dapat menjadi pionir dalam pengintegrasian teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan, menyiapkan generasi yang adaptif terhadap perubahan, dan menghadirkan solusi untuk menghadapi tantangan yang dihadapi masyarakat global.

Dengan kotak pandora teknologi yang telah terbuka, kita berada di titik persimpangan jalan.

Tantangan yang hadir dalam memanfaatkan teknologi ChatGPT dalam pendidikan tinggi bukanlah hal sederhana.

Bagaimana kita mengendalikan dan mengelola teknologi ini akan menjadi refleksi diri kita sebagai masyarakat pendidikan yang bertanggung jawab.

Kita perlu meniti jalan dengan penuh kehati-hatian dan kebijaksanaan untuk memastikan bahwa kotak pandora teknologi bukanlah kutukan, melainkan sumber inspirasi yang membawa kita menuju masa depan pendidikan yang lebih cerah dan berkelanjutan.(*)

Berita Terkini