TRIBUN-TIMUR.COM - Rencana partai politik pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024 terdeteksi usai dikalahkan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming.
Koalisi Perubahan terdiri dari partai NasDem, PKB dan PKS.
Tiga partai itu diprediksi nantinya bakal ikut gabung dalam pemerintahan Prabowo - Gibran.
Sinyal itu makin menguat saat Prabowo sedang komunikasi politik seusai ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2024.
Menurut pengamat politik dari Universitas Nasional, Selamat Ginting, dua partai utama di Koalisi Perubahan yakni NasDem dan PKB hampir pasti bergabung bersama Prabowo.
Sedangkan PKS masih perlu lobi-lobi politik dilakukan Prabowo mengingat daya tawar partai itu yang cukup tinggi.
Ginting menyebut Prabowo memang perlu sokongan yang kuat di pemerintahannya, termasuk menguasai sisi parlemen.
"Yang artinya Prabowo tentu membutuhkan kekuatan, paling tidak sekitar 70 persen yang mendukungnya," kata Ginting saat dihubungi, Kamis (25/4/2024).
Dipaparkannya, indikasi bergabungnya NasDem sudah terlihat saat Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh menerima kunjungan Prabowo dan elit Gerindra di DPP NasDem meski kala itu sengketa Pilpres 2024 masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahkan, saat itu NasDem sudah mengucapkan selamat kepada Prabowo-Gibran atas hasil yang diumumkan KPU RI.
"Dan juga NasDem mengirim utusan yakni Ahmad Ali dalam hal ini, untuk bertemu dengan Prabowo," kata Ginting.\
Sedangkan indikasi bergabungnya PKB juga terlihat dalam kunjungan politik yang dilakukan Prabowo ke kantor pusat partai tersebut pada Rabu (24/4/2024) seusai penetapan oleh KPU RI.
Di sana, Prabowo dan Cak Imin tampak begitu cair serasa 'balikan' lantaran kedua partai ini memang sempat membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) untuk 2024 sebelum akhirnya bubar jalan.
"Jadi menurut prediksi politik saya Nasdem dan PKB menjadi partai politik gelombang pertama dari kubu lawan dalam Pilpres yang akan bergabung dalam koalisi pemerintahan Prabowo," ucap Ginting.
PKS Masih Perlu Lobi
Sementara itu, untuk PKS, Ginting menyebut Prabowo masih perlu melakukan lobi-lobi politik terhadap partai tersebut agar mau juga ikut bergabung.
Sebab, PKS memiliki nilai tawar cukup tinggi dibanding NasDem dan PKB.
Salah satunya yakni PKS adalah partai yang berkuasa di Jakarta sehingga memiliki peluang besar juga untuk memenangkan pertarungan Pilkada Jakarta yang akan digelar 27 November 2024 mendatang.
"Sebagai Presiden, Prabowo tentu berkepentingan untuk menentukan siapa yang akan jadi Gubernur Jakarta karena Jakarta masih prestise, masih menjadi trendsetter di Indonesia."
"Jadi Prabowo berkepentingan terhadap PKS karena punya kekuatan di Jakarta dan kemungkinan PKS bisa bersama Gerindra untuk mencalonkan figur di Pilkada Jakarta," paparnya.\
Selain itu, jika PKS masuk ke pemerintahan Prabowo juga akan melengkapi keberadaan partai Islam dengan basis pemilihnya masing-masing.
"Misalnya partai Islam modernis itu diwakili oleh PAN yang sudah bergabung sejak pilpres."
"Kemudian juga nanti ada PKB mewakili Islam kultural atau tradisional."
"Nah lalu PKS kemungkinan juga bisa ini mewakili identitas Islam yang lain yaitu Islam gerakan atau tarbiyah yang mengacu kepada aktivis kampus," ujar Ginting.
Kemungkinan bergabungnya PKS salah satu faktornya karena adanya pengalaman panjang antara PKS dan Gerindra dalam berkoalisi.
Pengalaman itu yakni dua kali dalam Pilpres yakni di 2014 dan 2019 serta di Pilkada Jakarta 2017 di mana koalisi ini mengantarkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno menjadi pemenang.
Hanya saja, Ginting merasa Prabowo perlu upaya ekstra untuk melobi PKS agar mau bergabung, karena di koalisinya saat ini ada Partai Gelora yang merupakan pecahan dari PKS.
"Tetapi jika melihat suara Gelora yang ga signifikan di pemilu kemarin, lebih baik Prabowo merangkul PKS ketimbang Gelora."
"Walaupun peluangnya (bergabung) masih 50:50 tapi kecenderungannya lebih besar gabung karena PKS punya modal politik yang besar," kata Ginting.
Rekam jejak Prabowo di Pilpres
Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, resmi ditetapkan sebagai Presiden Terpilih 2024-2029.
Penetapan tersebut dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara dalam rapat pleno terbuka, Rabu (24/4/2024).
"Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Gibran sebagai pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih periode 2024-2029 dalam Pemilihan Umum 2024," ujar Ketua KPU Hasyim Asy'ari.
Prabowo Subianto bukanlah sosok baru dalam kontestasi pemilihan presiden (pilpres) Indonesia.
Mantan Danjen Kopassus itu melakukan debut dalam ajang ini pada Pilpres 2009 sebagai pasangan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri.
Sejak itu, nama Prabowo Subianto selalu masuk dalam kertas suara pilpres.
Prabowo tiga kali berturut-turut mengajukan diri sebagai calon presiden di Pilpres 2014, 2019, dan 2024.
Berikut jejak Prabowo dalam empat pilpres terakhir:
1. Pilpres 2009
Penampilan pertama Prabowo Subianto dalam kontestasi pilpres terjadi pada 2009, saat mendampingi Megawati Soekarnoputri sebagai calon wakil presiden.
Dilansir dari Kompas.com, Senin (15/8/2022), jelang Pilpres 2004, Prabowo sebenarnya maju dalam konvensi capres Partai Golongan Karya (Golkar).
Namun, Prabowo kalah dalam konvensi yang dimenangkan oleh Wiranto yang kemudian berpasangan dengan Salahudin Wahid.
Hengkang dari Golkar, Prabowo membentuk partai sendiri yang dipimpin hingga kini, Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Dengan kendaraan barunya, mulanya Prabowo hendak mencalonkan diri sebagai presiden dengan menggandeng Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) saat itu, Soetrisno Bachir.
Kendati demikian, pasangan ini sudah layu sebelum berkembang karena tak mampu memenuhi persyaratan kursi dukungan.
Prabowo lantas berganti haluan dengan merapat ke koalisi PDI-P yang mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai capres pada Pilpres 2009.
Pasangan Megawati-Prabowo bertarung melawan petahana Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, serta pasangan Jusuf Kalla-Wiranto.
Hasilnya, pilpres yang berlangsung satu putaran tersebut mengharuskan Megawati-Prabowo puas berada di posisi kedua dengan perolehan 32.548.105 suara sah atau 26,79 persen.
Di posisi pertama sekaligus pemenang Pilpres 2009, yakni pasangan SBY-Boediono yang meraih total 73.874.562 suara atau 60,80 persen.
Sementara pasangan Jusuf Kalla-Wiranto duduk di posisi terakhir dengan perolehan 15.081.814 atau 12,41 persen suara sah.
2. Pilpres 2014
Maju ke Pilpres 2014, Prabowo Subianto kembali mencalonkan diri, tetapi sebagai calon presiden berpasangan dengan Hatta Rajasa.
Dilansir dari Kompas.com, Minggu (14/8/2022), kontestasi pemilihan umum (pemilu) tahun itu pun menyajikan peta politik yang berbeda dari lima tahun sebelumnya.
Terkikisnya suara Partai Demokrat serta solidnya koalisi Partai Gerindra-PDIP menjadikan Pilpres 2014 menarik.
Akan tetapi, Gerindra dan PDI-P yang sebelumnya mesra, termasuk saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2012, ternyata harus pecah kongsi pada Pilpres 2014.
Padahal, sempat tersiar kabar bahwa Prabowo akan berpasangan dengan Joko Widodo (Jokowi).
Namun, PDI-P ternyata memilih mendeklarasikan Jokowi sebagai capres, berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK).
Keputusan PDI-P saat itu bukan tanpa alasan.
Mengingat, Jokowi yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta tengah "naik daun" dan memiliki popularitas tinggi.
Untuk melawan pasangan Jokowi-JK, Prabowo pun menggandeng politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rasaja.
Hasilnya, Jokowi-JK memenangkan Pilpres 2014 dengan perolehan 70.997.833 suara atau sebanyak 53,15 persen dari total suara sah nasional.
Sementara Prabowo-Hatta Rajasa, memperoleh 62.576.444 suara atau 46,85 persen dari suara nasional.
Pilpres 2014 tersebut menjadi awal mula polarisasi politik panjang yang masih berlangsung hingga 2024.
3. Pilpres 2019
Untuk kedua kalinya, Jokowi dan Prabowo bertarung dalam pilpres dengan komposisi wakil presiden yang berbeda.
Pada Pilpres 2019, Jokowi menggandeng KH Maruf Amin sebagai calon wakil presiden, sedangkan Prabowo memilih bergandengan dengan Sandiaga Uno.
Tidak ada perbedaan mencolok dalam peta politik Pilpres 2019. Hasilnya, Jokowi kembali mengalahkan Prabowo dengan selisih 16.957.123 suara sah.
Perolehan suara Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen suara. Sementara Prabowo-Sandi, memperoleh 68.650.239 atau 44,50 persen suara sah.
Meski kalah dalam kontestasi ketiga kalinya, Prabowo menerima tawaran presiden terpilih, Joko Widodo, untuk menjadi Menteri Pertahanan.
Dilansir dari Kompas.id, Rabu (14/2/2024), pengalaman panjang Prabowo di militer dianggap tepat untuk menduduki posisi tersebut.
Bergabungnya Prabowo dalam kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin pun menurunkan tensi politik yang sempat tegang selama gelaran Pilpres 2019.
4. Pilpres 2024
Seolah tidak mau menyerah dengan apa yang diperjuangkan, Prabowo kembali maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.
Kali ini, Prabowo menggandeng Wali Kota Surakarta sekaligus putra Presiden ketujuh Republik Indonesia Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Pasangan ini bertarung dengan dua pasangan lainnya, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Perjalanan panjangnya dalam pilpres akhirnya membuahkan hasil kemenangan dengan perolehan 96.214.691 suara.
Sementara capres dan cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, berada di urutan kedua dengan perolehan 40.971.906 suara.
Perolehan suara paling sedikit diraih oleh capres dan cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yakni sebesar 27.400.878 suara.
Pasangan Prabowo-Gibran juga resmi ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2024-2029 oleh KPU pada hari ini, Rabu (24/4/2024).
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com