Oleh: Muh Iqbal Latief
Dosen Sosiologi/Kapuslit Opini Publik LPPM Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - Ulang Tahun (Ultah) R.A. Kartini, yang diperingati 21 April setiap tahunnya, seolah menjadi tonggak pergerakan kaum perempuan di Indonesia dalam kerangkeng dominasi laki-laki.
Kartini adalah perempuan Jawa, yang menentang budaya patriarkis yang selalu menempatkan perempuan subordinasi laki-laki.
Kartini juga disimbolkan sebagai wanita yang memperjuangkan emansipasi, agar wanita sejajar dengan laki-laki.
Tapi Kartini akan menangis, jika di usianya yang ke-145 tahun ini (lahir 21 April 1879) -- dapat melihat hasil perjuangannya.
Ternyata perempuan Indonesia saat ini, belum banyak yang beranjak dari dominasi laki-laki.
Kebijakan “ Exit Policy “ yang memberikan hak privilege perempuan 30 persen dalam politik, memperlihatkan bahwa perempuan masih harus diberi pengecualian pada kontestasi politik.
Walaupun begitu, Kartini tentu akan bangga –- karena perjuangan emansipasinya yang menyebabkan Megawati bisa menjadi Presiden RI ke – 5.
Puan Maharani sebagai wanita pertama menjadi Ketua DPR-RI.
Khofifah Indar Parawansa sebagai wanita pertama menjadi Gubernur Jawa Timur.
Pratiwi Sudarsono juga wanita pertama yang menjadi astronot Indonesia.
Bahkan Agnes Monica dan Putri Ariane, wanita Indonesia yang tembus blantika musik dunia.
Masih terlalu banyak deretan daftar, perempuan Indonesia yang tampil dalam berbagai bidang kehidupan.
Fenomena ini, tentu juga menginspirasi perempuan di daerah khususnya di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Sekarang ini di masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sudah pantaskah perempuan menjadi orang nomor satu (Gubernur) di Sulsel ?
Tentu tidak mudah menjawab pertanyaan ini, sebab dalam sejarah Pilgub Sulsel pasca reformasi (sejak tahun 2008 sampai saat ini), belum ada satu pun perempuan yang mencalonkan diri sebagai calon gubernur maupun wakil Gubernur.
Bagaimana dengan Pilgub Sulsel tahun 2024 ?
Dalam pemetaan politik, perempuan Sulsel tampaknya harus didorong untuk menjadi orang nomor satu ataupun nomor dua.
Masalahnya, siapa ?
Nama-nama seperti Indah Putri Indriyani (mantan Bupati Luwu Utara), Ina Kartika Sari (Ketua DPRD Sulsel), Fatmawati Rusdi (mantan wakil walikota Makassar/anggota DPR-RI terpilih), Prof.Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu (mantan Rektor Unhas), Prof.Dr. Ir. Majdah M. Zain (mantan Rektor UIM), Prof.Dr. Masrurah Muchtar (Mantan Rektor UMI) dan tentu juga dari kalangan pengusaha perempuan.
Dari beragam tokoh perempuan tadi, sudah pantaskah untuk menjadi orang nomor satu di Sulsel ? Biarkanlah publik pemilih Sulsel, yang akan menjawabnya.
Kartini Makassar
Bagaimana dengan kota Makassar, sudah adakah kartini yang mampu menjadi orang nomor satu di kota daeng ?
Tentu potensinya banyak, karena pada periode kedua Walikota Danny Pomanto juga didampingi perempuan sebagai wakilnya.
Dari perspektif opini publik, tentu nama-nama seperti Fatmawati Rusdi (mantan wakil walikota Mks), Indira Yusuf Ismail (tokoh perempuan/Ketua PKK Makassar), drg. Andi Rachmatika Dewi (anggota DPRD Sulsel), Diza Rasyid Ali (tokoh olahraga/tokoh perempuan), Sri Rahmi (anggota DPRD Sulsel), Suhada Sappaile (Wakil Ketua DPRD Makassar) dan beberapa nama lainnya berpotensi menjadi orang nomor satu kota Makassar.
Makassar sebagai barometer politik di Sulsel, tentu juga makin menarik jika kemudian perempuan yang menjadi orang nomor satu di ibukota Sulsel.
Mungkinkah itu terjadi ?
Dalam politik, semuanya bisa terjadi. Karena politik sejatinya adalah seni untuk menyatukan yang tidak mungkin.
Jika semua ini terjadi, maka tentu perpolitikan di Sulsel akan menjadi berwarna dan tidak hanya dominasi laki-laki.
Sekaligus menepis stigma, bahwa perempuan Sulsel yang berkiprah di kancah politik – hanya karena mendapat fasilitas primordial (khususnya nepotisme).
Tentu juga R.A. Kartini, akan bangga karena perempuan di Sulsel makin teruji kapasitas dan kompetensinya dalam politik. Semoga !!!!!(*)