Sengketa Pemilu

Sosok Leony Lidya Saksi Ahli Ganjar-Mahfud MD Ungkit Kasus Ferdy Sambo di MK, Diskakmat Hakim

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sosok Leony Lidya ahli Ganjar-Mahfud MD singgung kasus Ferdy Sambo dan tragedi Kilometer 50 dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi.

TRIBUN-TIMUR.COM - Sosok Leony Lidya ahli Ganjar-Mahfud MD singgung kasus Ferdy Sambo dan tragedi Kilometer 50 dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi.

Leony Lidya menjadi sorotan setelah menyinggung kasus mantan petinggi Polri Ferdy Sambo dalam sidang sengketa Pilpres 2024.

Buntutnya, Leony Lidya diskakmat hakim karena mengungkit kasus lain.

Kasus Ferdy Sambo disebut tak punya kaitan dengan sengketa.

Leony Lidya merupakan dosen Teknik Informatika Universitas Pasundan.

Sementara itu dalam sidang sengketa Pilpres 2024, Leony Lidya menjadi saksi ahli Ganjar-Mahfud.

Mulanya, Leony menyinggung permasalahan unggah formulir pada Sirekap hingga ketiadaan hak edit C1 bagi KPPS.

Ia meyakini kesalahan tidak berasal dari software (perangkat lunak) tersebut karena perangkat sejatinya sudah diatur melalui algoritma dan kode tertentu.

Oleh karena itu, Leony menilai Sirekap adalah saksi bisu kejahatan Pemilu.

“Hari ini saya simpulkan bahwa kontroversi yang terjadi pada Sirekap adalah by design, sehingga saya anggap ketika KPU mengabaikan Sirekap dengan berdalih bahwa Sirekap tidak dipakai untuk rekapitulasi berjenjang, maka saya melihat Sirekap sudah menjadi saksi bisu kejahatan Pemilu 2024,” kata Leony dalam sidang, dilansir Tribun-medan.com dari Kompas.com, Selasa (2/4/2024).

Kejanggalan lain yang dia lihat adalah KPU menutup info numerik C1 dan D.

Dia juga menyinggung alur unggah tanpa adanya opsi agar pengunggah memvalidasi atau mengecek terlebih dahulu sebelum mengunggah.

"Alurnya adalah unduh, login, pilih TPS, foto, unggah kemudian harusnya adalah secara logis cek apakah hasil unggah sudah sesuai atau belum.

Jika belum maka dia harus ulang lagi fotonya sampai benar," ucap Leony.

"Yang terjadi pada Sirekap tidak. Datanya salah itu disimpan, itu fatal akibatnya. Dan saya enggak tahu apakah memang datanya salah atau datanya bagaimana. Tapi fenomenanya adalah orang bisa mengunggah, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan C1," imbuhnya.

Karena bukan kesalahan desain, ia menduga ada pihak yang mampu mengubah-ubah angka ataupun data pada Sirekap. Dia lantas menyinggung kasus Ferdy Sambo.

Dalam kasus Sambo, beberapa pihak yang merupakan anak buah Ferdy Sambo merusak CCTV sebagai salah satu alat yang bisa dijadikan bukti kejahatan.

"Saya sudah prediksi bahwa suatu saat informasi Sirekap pasti ditutup, itu sebelum ditutup bahkan mungkin diklaim seperti CCTV disembunyikan oleh Pak Sambo, lalu locus Km 59 dimusnahkan, bisa terjadi itu," ungkap Leony.

Mendengar ahli mengungkit kasus lain pada sidang sengketa Pilpres, Ketua MK Suhartoyo lalu meminta Leony untuk melanjutkan menjawab pertanyaan yang lain.

"Yang lain saja ibu, sudah," ucap Suhartoyo. Sebagai informasi, MK memulai sidang sengketa hasil Pilpres 2024 pada Rabu (27/3/2024).

Setelah digelar sidang pembacaan permohonan, persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan ahli.

Adapun gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 dimohonkan oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; dan pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Dalam gugatannya ke MK, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran, didiskualifikasi.

Kedua pihak juga meminta MK membatalkan hasil Pilpres 2024 dan memerintahkan penyelenggaraan pemilu ulang.

Saksi Nasdem Jadi Saksi Ahli Ganjar-Mahfud

Disisi lain sebelumnya diwartawakan Usai jadi saksi Partai Nasdem di rekapitulasi nasional, eks komisioner KPU yakni I Gusti Putu Artha jadi saksi ahli Ganjar-Mahfud di Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun saksi Partai Nasdem menjadi saksi ahli Ganjar dalam sengketa hasil Pilpres 2024 di MK.

Saksi partai Nasdem yang menjadi saksi ahli Ganjar-Mahfud itu juga merupakan eks komisioner KPU.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari yang sempat memberi catatan ketika mantan anggota KPU RI I Gusti Putu Artha dihadirkan oleh Tim Hukum Ganjar-Mahfud sebagai ahli dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Selasa (2/4/2024).

Hasyim mengungkapkan, Gusti merupakan saksi dari Partai Nasdem selama proses rekapitulasi tingkat nasional pada beberapa waktu lalu.

"Perlu kami sampaikan bahwa Saudara Putu Artha pada waktu rekapitulasi tingkat nasional beliau hadir sebagai saksi dari Partai Nasdem, sebagai catatan," kata Hasyim kepada majelis.

Putu lalu menjelaskan bahwa ia sudah mengundurkan diri dari saksi Partai Nasdem sejak tanggal 20 Maret 2024.

Putu pun menunjukkan selembar kertas tanda terima surat pengunduran dirinya itu.

"Saya sudah mengundurkan diri, tanggal 20, dan ini dokumen tanda terima pengunduran diri tanggal 20 dari Partai Nasdem," kata Putu dilansir Tribun-medan.com dari Kompas.com, Selasa (2/4/2024).

Ketua MK Suhartoyo lalu menerima catatan tersebut dan meminta Putu untuk menyerahkan salinan tanda terima itu.

"Baik ya, nanti di-copy biar diserahkan ke Mahkamah," ujar Suhartoyo. 

Peringatan Keras Ketua MK Ke Kubu Anies - Ganjar

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memberikan peringatan keras kepada kubu Capres nomor urut 1 Anies Baswedan dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo setelah permintaan menghadirkan 4 menteri Jokowi sebagai saksi sidang sengketa Pilpres 2024 dikabulkan.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Anies-Muhaimin mengajukan 4 menteri Jokowi hadir sebagai saksi di sidang sengketa Pilpres 2024 yang berlangsung di MK.

Permintaan kubu Anies Baswedan ini juga didukung kubu Ganjar Pranowo/

Alhasil atas permintaan itu, MK pun berencana memanggil 4 menteri dari pemerintahan Jokowi dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 yang akan berlangsung pada Jumat (5/4/2024) mendatang.

Keempat menteri yang akan dihadirkan dalam sidang tersebut adalah Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Kemudian Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy.

Selanjutnya Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani.

Terakhir yakni Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini.

Namun, Ketua MK, Suhartoyo, menegaskan bahwa kehadiran keempat menteri tersebut bukan atas permintaan dari kubu Anies-Muhaimin (AMIN) maupun Ganjar-Mahfud.

Hal ini merupakan kesepakatan yang diambil oleh hakim konstitusi.

Dengan demikian, kubu Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud dilarang untuk mengajukan pertanyaan kepada keempat menteri tersebut dalam sidang.

"Karena ini keterangan yang diminta oleh mahkamah, maka nanti pihak-pihak tidak kami sediakan waktu untuk mengajukan pertanyaan."

"Jadi yang melakukan pendalaman adalah para hakim," kata Suhartoyo dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres di Gedung MK, Jakarta, Senin (1/4/2024), dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI.

Lebih lanjut, Suhartoyo menegaskan dipanggilnya empat menteri Jokowi bukan wujud keberpihakan MK terhadap kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.

"Jadi lima yang dikategorikan penting didengar oleh Mahkamah ini bukan berarti Mahkamah mengakomodir permohonan pemohon 1 maupun 2," katanya.

Suhartoyo menilai pemanggilan dan keterangan dari empat menteri Jokowi itu dirasa penting.

"Pihak-pihak ini dipandang penting untuk didengar di persidangan yang mudah-mudahan bisa didengar di hari Jumat tanggal 5," jelas Suhartoyo.

Dia mengungkapkan, selain empat menteri yang bakal dipanggil, pihaknya turut memanggil Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk dimintai keterangannya.

Respons Sri Mulyani

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, hanya tersenyum ketika diminta menanggapi permintaan tim AMIN menjadi saksi persidangan sengketa Pilpres.

Ia memilih diam sembari jalan ke arah mobilnya

"Timnas Amin (Tim Nasional Anies-Muhaimin) minta Ibu datang ke persidangan untuk jadi saksi?" tanya awak media di Kompleks Istana Kepresidenan usai buka puasa bersama, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).

"Mungkin ada tanggapan, Bu? Apakah akan hadir?" lanjutan awak media itu.

Lantas, dibalas senyum dari Sri Mulyani.

Sri Mulyani terlihat menggelengkan kepala saat ditanya sudah mendengar permintaan tersebut atau belum.

Beberapa saat kemudian, Sri Mulyani meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan tanpa menjawab sepatah kata pun kepada awak media.

Alasan Kubu Anies dan Ganjar Minta Hadirkan 4 Menteri Jokowi

Sebelumnya, tim Anies-Muhaimin mengusulkan sejumlah menteri kabinet Presiden Jokowi untuk dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka mengajukan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.

Kemudian Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk dihadirkan sebagai saksi.

Permohonan tersebut secara resmi disampaikan oleh kubu pasangan 01 kepada delapan hakim konstitusi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di ruang sidang utama MK, Jakarta, pada Kamis (8/3/2024) malam.

Ketua Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, langsung menyatakan dukungan terhadap permohonan kubu Anies-Muhaimin tersebut.

"Kami sebetulnya mendukung usul pemohon 1. Tapi, kalau majelis hakim sudah mengatakan itu tidak mungkin karena sulit manajemen waktunya tentu kami menerima," kata Todung di persidangan. 

Todung juga berharap bahwa jika terjadi pembatasan waktu, majelis hakim MK bisa mempertimbangkan untuk menghadirkan dua menteri yang dianggap krusial, yaitu Menteri Sosial dan Menteri Keuangan.

Keterangan dari kedua menteri ini dianggap sangat penting terutama dalam mengungkap dugaan politisasi bantuan sosial untuk kepentingan kemenangan kubu 02.

"Kami juga ingin ajukan permohonan yang sama. Tapi karena sudah diajukan pemohon 1, kami mendukung apa yang disampaikan pemohon 1, demikian juga dengan usulan pemohon 1 untuk Menteri Sosial. Paling tidak dua kementrian ini yang kami anggap sangat penting, sangat vital, kami mohon perkenan majelis hakim mengabulkan," ungkap Todung.

Kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memanggil empat menteri dari kabinet Joko Widodo atau Jokowi.

Permintaan ini disampaikan oleh Ketua Tim Hukum Anies-Cak Imin, Ari Yusuf Amir, dengan tujuan agar keempat menteri tersebut dapat diperiksa sebagai saksi dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres.

"Kami juga sudah menyampaikan permohonan kepada majelis hakim, untuk dapat membantu menghadirkan Menteri Keuangan RI, Menteri Sosial RI, Menteri Perdagangan RI, Menteri Koordinator Perekonomian RI guna didengar keterangannya dalam persidangan ini Yang Mulia," kata Amir, dalam sidang mendengarkan keterangan Pihak Terkait, KPU dan Bawaslu, di ruang sidang pleno gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (28/3/2024) malam.

Respons Kubu Prabowo-Gibran

Merespons usulan kubu 01 dan 03, Anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, juga meminta agar hakim MK menghadirkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam sidang.

"Kalau kami minta Ibu Megawati dipanggil, kan enggak habis-habis. Kalau mereka butuh menteri, kami juga meminta Bu Megawati dipanggil, mau enggak?" ucap Otto di gedung MK, Kamis (28/3/2024).

Meski begitu, Otto memastikan pihaknya tak keberatan bila memang hakim memanggil menteri karena membutuhkan pertimbangan terkait putusan.

"Kalau majelis merasa perlu untuk menguatkan putusannya, majelis memanggilnya, fine-fine aja kami. Demi keadilan demi hukum kami tidak keberatan," ungkapnya.

Di sisi lain, Otto menilai seharusnya menteri tak perlu dipanggil bersaksi.

"Kenapa? Karena ini adalah sengketa dua pihak," ucap Otto.

Ia menilai, perkara PHPU Pilpres ini merupakan sengketa antar dua pihak.

Sehingga dalam hukum, kata Otto, berlaku asas yang sifatnya universal.

"Artinya, barang siapa yang mendalilkan sesuatu, maka dia buktikan dalilnya. Dan barang siapa menyangkal sesuatu, dia harus buktikan penyangkalannya," ucap Otto Hasibuan.

"Jadi istilahnya adalah, terutama adalah berdeun proof, kalau you mau membuktikan sesuatu, you cari buktinya. Jadi jangan dia datang ke pengadilan, (lalu bilang) 'Pak Hakim saya ini benar, tolong Hakim panggil si anu', itu enggak bisa. Ini perkara dua pihak," lanjutnya.(*)

Berita Terkini