Kisah Perantau Bantaeng 20 Tahun Jadi TKW, Tak Digaji dan Mau Dijual oleh Majikan

Penulis: Siti Aminah
Editor: Ari Maryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pekerja migran.

Ibu tiga anak ini juga mengorbankan emasnya, dijual untuk menambah tebusan ke perusahaan.

"Ibu (Rahmatia) bahkan mengalami kerja paksa, dalam kondisi sakit dipaksa (kerja) juga karena istilahnya perusahaan sudah beli dia," jelasnya

Akhirnya ia berhasil lepas dari perusahaan perkebunan itu lalu mencari pekerjaan lain.

Di tempat barunya, Rahmatia mulai mengimpulkan uangnya agar bisa kembali ke Indonesia.

Ia juga menyisihkan uang agar bisa membeli tanah dan membangun tempat tinggal di tanah lahirnya, Bangkala.

"Anaknya sdah ikut kerja juga, akhirnya dia kumpul dan kirim (uang) ke saya dan beli tanah, supaya pulang sudah ada tempat tinggal," ulasnya.

20 tahun hidup menjadi pejuang devisa, Rahmatia dan ketiga anaknya pulang ke kampung halaman.

Dengan kondisi yang sudah tidak sehat lagi, Rahmatia harus tetap bekerja untuk bertahan hidup.

Ia memilih menjadi pedagang kaki lima, menjual aneka gorengan meski tubuh semakin renta.

Sementara anaknya, oleh KPBMB difasilitasi agar bisa mendapatkan pekerjaan, jadilah anaknya sebagai petugas kekebersihan.

Lanjut Ramlah, KPBMB juga pernah membantu memulangkan jenazah migran asal Kabupaten Maros.

Prosesnya cukup panjang, sebab migran tersebut meninggal pada Oktober, berhasil dipulangkan dibulan Januari.

Kasus migran yang paling banyak ditangani persolaan identitas.

Ketika mereka sudah pulang dari aktivitas TKW nya, banyak yang identitasnya sudah berubah.

Ada yang sudah berkeluarga, punya anak, bahkan banyak pula yang identitasnya berubah, seperti nama dan lainnya.

Halaman
123

Berita Terkini