TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) disebut menjadi sektor yang ‘terpukul’ akibat kenaikan harga gula.
Owner UMKM Dapurta Makassar, Ajra Asridjal mengakui, kenaikan gula berdampak langsung pada usahanya.
Dapurta sendiri memiliki produk unggulan Japanese cheese cake dan Klappertaart, yang memerlukan bahan gula.
“Lumayan dampaknya, karena rata-rata produk ku pake gula pasir. Di pasar dekat rumah, harga gula pasir sudah tembus Rp18 ribu sampai Rp19 ribu,” kata Ajra, Senin (13/11/2023).
Ajra mengaku dilema dengan kenaikan harga gula.
Sehingga dirinya tidak mau cepat mengambil keputusan untuk menaikkan harga produk.
“Mau naikkan harga produk, ndak enak juga, kasihan customer. Lagian, nda bisa juga serta merta naikkan, karena kenaikan harga bahan baku fluktuatif,” jelasnya.
Menurutnya, jika kebijakan menaikkan harga produk diambil akan berdampak pada penurunan penjualan.
“Penjualan bisa menurun, karena customer juga akan sisihkan biaya tambahan untuk beli gula pasir,” tuturnya.
“Jadi biarmi tetap harga lama, ndak apa-apa ji keuntungan kurang untuk saat ini. Insya Allah akan stabil setelah harga gula pasir normal lagi,” tambah Ajra.
Diketahui, harga gula pasir di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami kenaikan.
Itu setelah Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) berlakukan relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen menjadi Rp16 ribu per kg.
Atau Rp17 ribu per kg khusus di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan wilayah Tertinggal, Terluar, Terpencil, dan Pedalaman (3TP).
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa menjelaskan, relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga gula di dalam negeri.
"Sehubungan dengan adanya kenaikan harga gula di dalam negeri maupun internasional, maka telah dilakukan rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk membahas harga gula yang wajar di tingkat konsumen. Berdasarkan hasil input tersebut, kami menghimbau kepada seluruh pelaku usaha ritel untuk dapat mengimplementasikan relaksasi harga dimaksud," katanya, dikutip dari Kontan.co.id.
Ia menjelaskan, keputusan menaikkan harga acuan pembelian (HAP) tidak ada korelasinya dengan kondisi harga gula saat ini.
Abdullah menyebut, selama produksi masih kurang kemudian impor gula masih tinggi maka harga masih akan terbang.
"HAP atau tidak tidak ada korelasinya. Jadi ada HAP atau tidak kalau produksi kecil impor tinggi pasti harga akan tinggi," sebutnya.