Itu berdasarkan hasil rilis oleh Bawaslu RI tentang Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dengan isu netralitas ASN.
Di mana, Provinsi Sulsel menempati urutan keempat.
Hal ini dibenarkan oleh Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad.
Saiful Jihad menjelaskan, potensi kerawanan netralitas ASN di Sulsel, tidak terlepas dari kasus-kasus pelanggaran di Pemilu 2019 lalu.
Seperti kasus 15 camat yang terbukti tidak netral lantaran mendukung pasangan Calon Presiden (Capres) RI.
"Berkaca di Pemilu 2019 dan Pilkada Makassar 2020 penanganan pelanggaran atau laporan maupun temuan tentang ketidaknetralan itu termasuk provinsi yang menjadi jajaran teratas tentang netralitas, termasuk Sulsel peringkat kedua," kata Saiful Jihad.
Dengan demikian, Saiful Jihad mengaku bahwa wajar-wajar saja jika Sulsel disebut salah satu provinsi tingkat pelanggaran netralitas ASN yang banyak ditemukan.
"Netralisasi ini menjadi sebuah tantangan untuk kita yang kemudian mencoba mendorong agar ASN kita berdiri pada posisi netral karena semestinya undang-undangnya jelas menyebutkan itu tugas harus netral," katanya.
Menurutnya, hasil temuan ini juga menjadi bahan evaluasi bersama.
Bukan hanya dibebankan kepada Bawaslu, namun dari pihak pemerintah daerah, Polri-TNI, hingga instansi terkait untuk sama-sama menjaga netral dalam Pemilu.
Saiful Jihad mengungkapkan, hampir di 24 kabupaten/kota di Sulsel, berpotensi adanya pelanggaran netralitas ASN.
Bahkan yang terbaru, kasus oknum camat di Kabupaten Enrekang yang terbukti tidak netral.
Lalu, temuan adanya 5 ASN melanggar netralitas usai mengkampanyekan bacaleg di media sosial (medsos).
Camat dan kelima ASN itu kemudian dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
"Jadi hampir semua daerah di Provinsi Sulsel, terdapat kerawanan netralitas ASN.