Makam di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri

Kisah 13 Makam Anggota PKI di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, Ditembak Petugas usai Tragedi G30 S PKI

Editor: Sakinah Sudin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MAKAM KUNO - Surutnya air Waduk Gajah Mungkur (WGM) memunculkan kembali makam kuno dan kuburan orang-orang PKI di Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Tampak makam kuno bermunuculan setelah air WGM surut sejak sebulan lalu.

Waduk ini diberi nama Gajah Mungkur karena lokasinya yang tidak jauh dari Pegunungan Gajah Mungkur di bagian sisi barat waduk.

Tidak hanya memiliki cerita sejarah menarik, di Waduk Gajah Mungkur ini juga terdapat sebuah makam kuno yang cukup kontroversial.

Sejarah pembangunan Waduk Gajah Mungkur

Ide pembangunan waduk ini sudah disampaikan sejak tahun 1941 oleh Kepala Pekerjaan Umum Mangkunegaran di Surakarta, yaitu Ir R.M. Sarsito Mangunkusumo.

Akan tetapi, pelaksanaan pembangunan waduk tidak bisa langsung dilaksanakan karena kondisi pada saat itu yang belum mendukung.

Hingga pertengahan tahun 1970-an, Sungai Bengawan Solo sering meluap saat musim hujan tiba yang menyebabkan banjir sekitar 93.600 hektar.

Namun, pada musim kemarau, debit air di Bengawan Solo tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar.

Lima tahun berselang, pada 1975, Badan Kerja Sama Internasional Jepang atau disingkat JICA mulai meneliti kelayakan pembangunan waduk di sekitaran Bengawan Solo.

JICA adalah lembaga yang didirikan pemerintah Jepang untuk membantu proses pembangunan negara-negara berkembang.

JICA kemudian menunjuk Nippon Koei untuk merancang pembangunan waduk ini.

Setelah itu, proses pembangunan waduk dikerjakan sendiri oleh Kementerian Pekerjaan Umum mulai tahun 1976 melalui Proyek Bengawan Solo (PBS).

Selain pembangunan waduk, dikerjakan pula pembangunan saluran listrik udara dari Wonogiri hingga Wuryantoro dan pemindahan kabel telepon sepanjang 44 kilometer.

Mengerahkan lebih dari 2.000 pekerja, termasuk ahli dari Jepang

Pembangunan Waduk Gajah Mungkur melibatkan cukup banyak pekerja, yakni sekitar 2.800 orang termasuk 35 ahli dari Jepang sebagai penasihat.

Dengan jumlah pekerja sebanyak itu, anggaran pembangunan waduk ini juga terbilang besar, yakni mencapai Rp 55 miliar, di antaranya Rp 34 miliar dari APBN dan sisanya merupakan bantuan dari pemerintah Jepang.

Halaman
1234

Berita Terkini