Pentingnya perhatian pada budaya sejatinya adalah cerminan dari kesungguhan sebuah bangsa.
Namun, apakah kita hanya akan memahami budaya sebagai «pakaian» yang dikenakan pada suatu peristiwa, atau apakah kita benar-benar membiarkannya meresap dalam jiwa dan tindakan sehari-hari?
Budaya seharusnya menjadi panduan moral yang mewujud dalam perilaku dan sikap sehari-hari, bukan sekadar pertunjukkan visual.
Terus, bagaimana praktik budaya dalam konteks bernegara? Untuk itu, kiranya penting mengukur sejauhmana dukungan pemerintah terhadap masyarakat dalam praktik kebudayaan.
Misalnya bagaimana dukungan pemerintah terhadap masyarakat adat, bagaimana memastikan ruang hidup mereka, seperti hutan adatnya.
Jika misalnya hutan adat diterobos untuk kepentingan kapital apa masih layak disebut berbudaya.
Kecemasan demikian, pernah ditulis di Kompas (08/9/20) dalam tajuk «masyarakat adat terus berjuang meraih haknya».
Tulisan itu menyebutkan bahwa mereka yang senantiasa mempertahankan hak sembari bertani secara tradisional selalu dalam kondisi terancam.
Budaya sebagai Pakaian
Budaya pada bisa juga dipahami sebagai pakaian.
Tetapi bukan pakaian dalam makna kain penutup tubuh. Melainkan pakaian sebagai perempamaan.
Misalnya perempuan adalah pakaian lelaki; penjaga hormat dan harga diri seorang lelaki.
Mantra sebagai pakaian ; pelindung dari marabahaya.
Pengetahuan sebagai pakaian; menuntun kejalan yang baik dan benar.
Ragam analogi tersebut menunjukkan bahwa pakaian pada dasarnya bisa bermakna simbolis, begitupun budaya.