Berarti sebulan bisa menghasilkan Rp 5 miliar.
Awalnya, produksi di tahun 2022 hanya 30 ribu liter per bulan.
Ke depannya, pihaknya berkomitmen mengembangkan produksi.
“Di awal tahun ini, kita sudah melakukan pengembangan, dari 30 ribu liter per bulan menjadi 50 ribu liter per bulan,” katanya.
Ia pun berharap, masyarakat bisa memanfaatkan pupuk organik karena memiliki banyak keunggulan.
Salah satunya adalah tidak menghasilkan limbah, karena dalam proseanya memanfaatkan limbah.
“Pupuk organik dia tidak terakumulasi di tanah. Jadi tidak menurunkan produktivitas tanah,” kata Rahmat.
Lebih hemat
Rahmat menjelaskan bahwa penggunaan pupuk dari PT Lampoko Ternak Indonesia tidak memakan takaran yang banyak.
Per hektarnya, petani cukup menggunakan enam sampai delapan botol.
“Anggaplah kita gunakan 7 botol, itu per botolnya harga di petani Rp100 ribu, itu merata. Jadi Rp100 ribu dikali 7, itu cuma Rp700 ribu,” jelasnya.
“Dibanding dengan pupuk yang subsidi di angka Rp130 ribu sampai Rp150 ribu, dikali 7,” tambahnya.
Rahmat menuturkan bahwa kondisi ini membuat petani bakal memperkecil pengeluaran.
“Artinya kita lebih ekonomis, tinggal bagaiman efektivitasnya nanti, yang merujuk pada penggunaannya. Karena beda, ini harus dipahami petani,” tuturnya.
Kendati demikian, Rahmat menekankan pentingnya penggunaan pupuk organik.