KPU Makassar

Sungguh Apes! Terbukti Main Mata dengan Bacaleg, KPU Makassar Pecat 8 Anggota PPS

Penulis: Erlan Saputra
Editor: Sukmawati Ibrahim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua KPU Makassar Faridl Wajdi mengatakan 8 penyelenggara PPS yang dipecat dinilai tidak mampu menjaga netralitasnya selaku penyelenggara pemilu.  

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sunggu apes nasib delapan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kecamatan Tamalate.

Mereka dipecat lantaran terbukti melanggar kode etik penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Delapan orang tersebut di antaranya, Ketua PPS Balang Baru Ahmad, Ketua PPS Tanjung Merdeka A Burhanuddin, Ketua PPS Maccini Sombala Israq, Ketua PPS Bongaya Muchlis Jerry Ruslim.

Lalu, Ketua PPS Pa’baeng-baeng Tamalate Suhardi, Ketua PPS Parang Tambung Muhammad Nur Syahid, Anggota PPS Parang Tambung Hardi, dan Anggota PPS Bongaya Budi Setiawan.

Ketua KPU Makassar Faridl Wajdi mengatakan, kedelapan penyelenggara PPS itu dinilai tidak mampu menjaga netralitasnya selaku penyelenggara pemilu.

"SK pemecatannya dikeluarkan pada 23 Juni lalu. Mereka sudah dipecat sebagai bagian dari tindak lanjut rekomendasi Bawaslu Makassar," kata Faridl Wajdi kepada Tribun-Timur, Minggu (2/7/2023).

Menurut Faridl Wajdi, kedelapan anggota PPS itu tidak membantah saat dilakukan pemeriksaan oleh Bawaslu - KPU Makassar.

"Unsur-unsur yang disampaikan Bawaslu itu semua terpenuhi. Dan delapan yang dihadirkan ini sama sekali tidak membantah dan terbukti melanggar kode etik," ujarnya.

Lebih lanjut, adapun calon pengganti antarwaktu (PAW) untuk delapan penyelenggara PPS itu, KPU Makassar dalam waktu dekat akan membahasnya.

"Secepatnya kita akan membahas dan menentukan penggantinya," terangnya.

Sebelumnya, Selasa (20/6/2023) diberitakan, sejumlah anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Daerah Pemilihan (Dapil) Mamarita, Kota Makassar, terbukti bersalah melanggar kode etik penyelenggara Pemilu.

Mamarita adalah akronim dari tiga daerah kecamatan, yakni Mamajang, Mariso dan Tamalate.

Ketua Bawaslu Makassar, Abdillah Mustari menyebutkan, ada 12 orang yang sebelumnya diduga terlibat.

Namun, setelah Bawaslu melakukan penelusuran, hanya 8 orang terbukti melanggar kode dan tidak netral sebagai petugas penyelenggara Pemilu.

Di mana, delapan penyelenggara Pemilu tersebut menghadiri ajakan panggilan oleh seorang Bacaleg DPRD Makassar pada awal Juni 2023 lalu.

"Pertemuan itu dilakukan pada awal Juni lalu. Jadi para penyelenggara Pemilu ini diundang oleh bacaleg itu," kata Abdillah Mustari saat ditemui di kantornya, Selasa (20/6/2023).

"Atas laporan dari masyarakat sebagai saksi, Rabu (14/6/2023) lalu, kami langsung langsung panggil sejumlah anggota PPS yang terlibat dan hasilnya terbukti melanggar kode etik," Abdillah Mustari menambahkan.

Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin itu menuturkan surat pemberian sanksi sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar.

Pemberian sanksi pun dikembalikan kepada KPU Makassar.

"Kami sudah menyimpulkan, delapan anggota PPS ini sudah melanggar kode etik, yakni tidak menjaga integritas sebagai seorang anggota PPS," tandasnya.

Terkait sanksi yang diusul Bawaslu ke KPU Makassar, Abdillah menyebutkan, salah satunya adalah pemecatan.

"Sebagai seorang penyelenggara pemilu, integritas itu adalah harga mati. Boleh jadi akan diberikan sanksi PAW (pergantian antarwaktu)," tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Makassar mencium adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh sejumlah anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Anggota PPS diduga melakukan pelanggaran kode etik itu di Daerah Pemilihan (Dapil) 5 Makassar, meliputi Kecamatan Mariso, Mamajang, dan Tamalate (Mamarita).

Ketua Bawaslu Makassar Abdillah Mustari menyatakan, mereka mendapat informasi adanya unsur pelanggaran berkat informasi dari masyarakat yang tergabung dalam pengawasan partisipatif forum warga.

Ketua Bawaslu Makassar Abdillah Mustari menyatakan, mereka mendapat informasi adanya unsur pelanggaran berkat informasi dari masyarakat yang tergabung dalam pengawasan partisipatif forum warga.

“Mereka menginformasikan adanya pertemuan beberapa anggota PPS dengan salah seorang bakal calon anggota legislatif,” kata Abdillah Mustari, Senin (19/6/2023).

Menurutnya, motif pertemuan itu kini didalami Bawaslu Makassar dengan menghadirkan saksi-saksi, termasuk sejumlah PPS yang diduga melanggar aturan.

“Kami sudah minta keterangan kepada 12 anggota panitia pemungutan suara. Hasilnya ada delapan PPS ikut dalam pertemuan itu,” ujarnya.

Abdillah menambahkan, adapun bakal calon legislatif yang ditengarai mengundang penyelenggara teknis ini, tidak termasuk dalam subjek dugaan pelanggaran pemilu.

Sebab, dia belum ditetapkan sebagai calon legislatif.

Dari keterangan terklasifikasi kemudian mencuat adanya dugaan ajakan dari salah seorang Pimpinan Anak Cabang Organisasi Masyarakat (PAC Ormas) tertentu.

Bawaslu selanjutnya melayangkan surat undangan klarifikasi kepada oknum yang dimaksud, namun belum pernah datang.

Bawaslu juga sudah mengonfirmasi kepada pimpinan ormas tingkat Makassar yang dimaksud perihal kemungkinan adanya instruksi terstruktur kepada pimpinan ormas di tingkat kecamatan.

“Namun menurut yang bersangkutan, tidak ada perintah seperti itu,” katanya.

Abdillah menegaskan, Bawaslu Makassar akan terus berupaya dalam mengonfirmasi ke pimpinan lembaga.

Sebab, selama ini telah terjalin hubungan yang baik dengan lembaga tersebut bahkan dalam beberapa kesempatan telah melaksanakan kegiatan bersama dalam upaya sosialisasi pengawasan partisipatif.

Di samping itu, Abdillah mengapresiasi informasi masyarakat yang terhimpun dalam forum warga tersebut sebagai bentuk kepedulian masyarakat dalam mengawal tahapan untuk menghasilkan pemilu yang bermartabat.

“Selain itu, penanganan dugaan pelanggaran ini adalah bagian dari upaya Bawaslu melakukan upaya pencegahan terjadinya pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM),” kata Abdillah.

“Kita juga meminta kepada semua stakeholder Pemilu 2024 untuk melakukan aktivitas politik yang tidak melanggar norma perundang-undangan pemilu, termasuk melibatkan penyelenggara untuk kepentingan salah satu peserta pemilu," Abdillah menambahkan. (*)

 



Berita Terkini