TRIBUNMAROS.COM, MAROS - Warga binaan program Kampung Hijau Yayasan Hadji Kalla di Desa Sambueja, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) makin mantap beralih menggunakan bioenergi.
Baik untuk pemenuhan pupuk pertanian maupun sebagai pengganti gas elpiji.
Bioenergi ini diperoleh dari kotoran sapi perliharaan warga yang kemudian diolah dengan menggunakan alat khusus.
Manager Bidang Humanity & Enviroment Yayasan Hadji Kalla, Sapril Akhmady, mengatakan program pembinaan kampung hijau ini memiliki beberapa tujuan.
Pertama adalah mendorong petani untuk membuat pupuk mandiri agar bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia.
"Dari hasil survei yang kami lakukan hampir 80 persen petani itu menggunakan pupuk kimia. Sementara pupuk kimia ini harganya lebih mahal dan dijatah tiap kelompok tani," katanya saat Media Visit Kampung Hijau di Desa Sambueja, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Jumat (17/2/2023).
"Sehingga pemerintah mendorong komunitas atau masyarakat untuk memproduksi pupuk secara mandiri," lanjutnya.
Kedua, program kampung hijau ini juga mendorong warga untuk beralih menggunakan biogas sebagai pengganti energi komersil yakni gas elpiji.
"Sekarang kita sudah sangat bergantung dengan energi komersil, untuk kebutuhan rumah tangga, yang harganya juga mahal," terangnya.
Sapril menyebutkan, program Kampung Hijau ini sudah berjalan di lima kabupaten, yakni Maros, Gowa, Takalar, Wajo dan Bone.
"Sudah ada 200 kk yang sudah menikmati hasil dari pengolahan kotoran sapi ini menjadi bioenergi," ucapnya.
Direktur Eksekutif Yayasan Hadji Kalla, Mohammad Zuhair menuturkan selain di lima kabupaten ini, pihaknya akan menjalankan program Kampung Hijau di wilayah lainnya.
"Program ini bertujuan untuk memberikan manfaat jangka panjang kepada masyarakat. Insyaallah, kita akan berusaha menjangkau potensi ekonomi di daerah yang membutuhkan di 4 Provinsi kerja kami," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sambueja, Darmawati menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Hadji Kalla.
Menurutnua dengan adanya program Kampung Hijau ini, pengolahan limbah sapi di desanya semakin terorganisir.
"Mengenai pengolahan limbah sapi di desa kami semakin baik. Tidak lagi kotoran bertebaran, karena sudah ada pembuangannya yang disediakan untuk kemudian diolah menjadi sumber energi dan juga pupuk yang digunakan masyarakat," katanya.
Ia berharap program Kampung Hijau bisa terus berlanjut di desanya.
Baca juga: Yayasan Hadji Kalla Lanjutkan Program Bantuan Bibit Alpukat di Bantaeng
Baca juga: Yayasan Hadji Kalla Tanam 33 Ribu Pohon di Desa Pao Gowa
"Penganggaran di desa kami terbatas, jadi kami berharap program pembuatan biogas bisa tetap berlanjut. Karena masyarakat sudah banyak melihat perkembangan sebelum atau setelah adanya biogas ini," tuturnya.
Ketua kelompok tani, Habo menuturkan sudah sudah menggunakan biogas dan sejak 13 bulan yang lalu.
Setelah menggunakan biogas ia menghemat Rp 150 ribu perbulan.
"Dulu penggunaan gas perbulan bisa sampai 6 tabung melon dengan harga Rp 25 ribu. Sekarang kami sudah menggunakan biogas dari kotoran sapi. Dari 20 liter korotoran sapi yang diolah, itu bisa digunakan memasak sampai 10 kali," tuturnya.
Ia juga mengaku sudah tidak lagi menggunakan pupuk organik.
Pasalnya dari limbah biogas tersebut, kemudian diolah menjadi bio slurry yang mampu menyuburkan tanaman.
"Untuk 1 liter bio slurry, itu bisa digunakan di 1 are lahan pertanian," tutupnya.(*)