Polisi Tembak Polisi

Keanehan Kasus Ferdy Sambo di Mata Eks Pengacara Bharada E: Pembunuh Jadi Idola Publik

Editor: Ari Maryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan pengacara Brarada E, Muhammad Burhanuddin

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mantan pengacara Brarada E, Muhammad Burhanuddin turut menanggapi vonis hukuman mati Ferdy Sambo.

Muhammad Burhanuddin sendiri merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) angkatan 1987.

Alumnus SMA Negeri 1 Makassar itu pernah menjadi pengacara Bharada E bersama Deolipa Yumara dalam kasus tewasnya Brigadir J.

Sebelumnya diketahui, Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati dalam sidang vonis di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Kasus yang menyeret nama mantan Kadiv Propam Polri itu memang sangat menarik perhatian.

Sehingga banyak diskusi dilakukan, sebagai respons atas kasus pembunuhan polisi oleh polisi itu.

"Luar biasa respons media, dari pagi sampai pagi lagi tidak berhenti media mengejar informasi dari kami berdua, saya dan Deolipa sebagai pengacara Bharada E," kata pengacara yang akrab disapa Om Boer in kepada wartawan Selasa (14/2/2023).

Muhammad Burhanuddin menuturkan, kasus yang pernah ditangani itu adalah kasus teraneh.

"Ini salah satu kasus teraneh. Pembunuh jadi idola masyarakat," kenang Muhammad Burhanuudin pada kliennya Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Muhammad Burhanuudin mengungkapkan, Bharada E banyak mendapat simpati masyarakat.

Wajahnya yang polos dan masih berusia muda, membuat orang kurang yakin akan perannya dalam kasus yang menghebohkan ini.

Walaupun pendampingan yang dilakukan Burhanuddin dan Deolipa terhadap kasus Bharada E terhenti karena ‘benturan’ kepentingan dengan kepentingan para ‘bintang’ di Mabes tapi setidaknya menyisahkan tiga hal.

Tiga hal itu, menurut Burhanuddin, yakni pertama kasus terbuka ke publik, ‘bukan tembak menembak’ sebagaimana informasi yang beredar sebelumnya, dan yang membuka itu bukan pengacara Joshua tapi pengacara Bharada E.

Kedua, Bharada E mendapat Justice Collabirator (JC).

Itu karena keberanian dia dan Deolipa mengajukan JC ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), walau ditentang penyidik Bareskrim.

Ketiga simpati publik mengalir ke Bharada E sebagai sosok pahlawan walau pengacara pengganti menuding dia dan Deolipa hanya wara-wiri di media.

Tapi efeknya mereka rasakan sekarang sebagai media darling yang dipanggil wawancara tiap hari.

"Saya bersama Deolipa Yumara diangkat jadi pengacara Bharada E sejak tanggal 7 Agustus 2022. Berakhir sekitar satu Minggu kemudian," kata Burhanuddin.

Dia lalu mengomentari putusan Ferdy Sambo.

Menurutnya, untuk putusan FS perlu juga dibatasi koridor terkait kemandirian hakim dalam memutus perkara.

“Yang dapat mengoreksi putusan itu adalah putusan di atasnya,” katanya.

Burhanuddin juga menyorot adanya disparisitas putusan terkait pasal 340 KUHP.

Burhanuddin menjelaskan bahwa terhadap pasal hukuman mati ini, pernah dia ajukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK).

Tapi tidak diterima karena sudah pernah diajukan oleh Todung Mulya Lubis dkk dan ditolak MK.

Dia lalu menyampaikan kemungkinan-kemungkinan nasib Ferdy Sambo pasca vonis mati berdasarkan pengalamannya.

Di Mahkamah Agung (MA) saat mengajukan banding, sambungnya, bisa saja Ferdy Sambo mendapat hukuman 20 tahun, lebih rendah daripada hukuman pada tingkat pertama.

"Pernah kita tangani kasus pidana mati jadi seumur hidup. Seumur hidup jadi 20 tahun," beber Burhanuddin berbagi pengalaman.

Burhanuddin melanjutkan, hukuman mati dalam praktik, eksekusinya butuh waktu lama.

Menurutnya, kasus-kasus pidana mati yang sudah inkracht dan peninjauan kembali (PK) berkali-kali masih banyak yang belum dieksekusi terutama gembong narkoba.

Bahkan, kata dia, masih banyak di Nusa Kambangan yang belum dieksekusi meski sudah puluhan tahun menjalani hukuman.

"Kebetulan ji kanda pernah tangani kasus-kasus pidana mati dan pernah riset terkait pidana mati," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Dalam sidang vonis yang digelar, Senin, 13 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, hari ini.

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu hukuman mati," ucapnya melanjutkan.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut agar Sambo dijatuhi pidana penjara seumur hidup.

Dalam kasus ini, eks Kadiv Propam Polri itu menjadi terdakwa bersama istrinya, Putri Candrawathi dan dua ajudannya Richard Eliezer atau Bharada E serta Ricky Rizal atau Bripka RR.

Selain itu, seorang asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf juga turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.  

Eks anggota Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Ferdy Sambo juga terbukti terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J. Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.

Berita Terkini