Pasalnya mahasiswa yang tengah melakukan diksar ini sebelumnya tidak melapor ke pemerintah maupun polsek setempat.
"Sampai saat ini kami tidak mendapatkan penyampaian mengenai kegiatan itu. Padahal biasanya jika ada kegiatan seperti itu, maka ada penyampaian, tapi ini tidak ada," tuturnya.
Sementara itu Kepala Desa Bonto Manurung Mustakim mengatakan kalau pihaknya tidak mengetahui adanya kegiatan diksar itu.
"Padahal seharusnya kalau ada kegiatan itu bersurat ke desa dan polsek setempat. Tapi ini tidak ada pemberitahuan sama sekali," katanya.
Dia mengaku baru mengetahui adanya kegiatan itu setelah adanya informasi mengenai mahasiswa Unhas yang meninggal saat diksar.
Baca juga: Gubernur Sulsel dan Pejabat Unhas Berduka Atas Meninggalnya Virendy Marjefy saat Diksar Mapala
Baca juga: Mahasiswa Unhas Meninggal saat Diksar Mapala, Ayah Mendiang Minta Kasus Diusut Tuntas
"Setelah ada yang meninggal saya baru tahu dan turun mencari tahu. Saya tanya ke warga dan ternyata ada memang rumah warga yang ditempati menginap," katanya.
"Di situ juga kita baru tahu kalau ada korban meninggal dan ditandu oleh temannya ke rumah salah satu warga Daeng Rosi," akunya.
Sedangkan Daeng Rosi mengaku sebelum korban dibawa ke rumahnya ada sekitar 10 orang temannya yang datang untuk izin memasak.
"Mereka datang itu Jumat tengah malam, sekitar pukul 23.00 Wita. Saat sampai di rumah saya lihat korban sudah meninggal dunia, kukunya hitam dan badannya sudah kaku. Sudah saya sampaikan kalau sudah meninggal tapi mereka terus berusaha menggoyangkan korban," katanya dengan bahasa Makassar.
Rombongan peserta dan panitia diksar ini meninggalkan rumahnya sekitar pukul 02.00 Wita.
"Katanya ada temannya yang sudah dihubungi mau jemput mereka di Jembatan Bonto Manurung. Mau dibawa ke rumah sakit. Jadi ada mungkin tiga jam di rumah," akunya.(*)