TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kebijakan impor beras oleh pemerintah pusat menuai banyak sorotan, utamanya dari daerah penghasil besar terbesar di Indonesia, Sulawesi Selatan.
Diketahui, pemerintah resmi menerapkan impor beras komersial dari luar negeri sebanyak 200 ribu ton.
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sulawesi Selatan Lutfi Halide mengatakan, impor beras ini akan mengancam nasib para petani.
Banyak dampak yang dirasakan langsung oleh warga petani jika impor beras betul dilakukan.
Apalagi Sulsel merupakan daerah penghasil beras, warganya banyak menggantungkan nasib sebagai petani.
"Ini akan mempengaruhi stabilitas ekonomi masyarakat. Dampaknya sangat besar, harga akan anjlok, dan petani tidak lagi mengurusi pertanamannya," tuturnya.
Masuknya beras impor akan mempengaruhi sentimen atau harga pasar, nilai jualnya akan rendah.
Karena itu, HKTI menolak masuknya beras impor di Sulawesi Selatan.
"Kami harap beras impor tidak masuk ke Sulsel karena kami tiada hari tanpa panen padi," tegasnya.
HKTI tidak mempermasalahkan jika provinisi lain menjadi tujuan impor beras.
Namun ada baiknya, kata wakil bupati Soppeng tersebut, jika Sulsel menjadi distributor beras untuk provinsi atau daerah lain yang ada di Indonesia.
"Kami usulkan kalau ada provinsi kurang (stok beras) silahkan bermitra dengan Sulsel, stok di gudang kita banyak, penuh," sebutnya.
Lutfi juga memaparkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) ihwal realisasi tanam di Sulsel.
Dimana Sulsel memiliki lahan 1,4 hektare lebih yang menghasilkan sekira 5 juta ton lebih gabah kering giling.
Jika dikonversi menjadi beras bisa menghasilkan 3,2 juta ton.
Sementara kebutuhan beras di Sulsel hanya sekira 1,8 juta ton.
"Artinya beras kita surplus, masih ada sekira 2 juta ton lebih," paparnya.
Anehnya, Bulog selalu merasa kekurangan stok beras, padahal Sulsel menurutnya sangat mumpuni untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat.
"Kami pegang data BPS, disamping itu kami juga ke lapangan periksa sampel, ada wilayah yang sementara panen sampai sekarang bahkan berlanjut sampe April," paparnya.
Hal senada disampaikan Sekretaris DPD HKTI Sulsel, Sudirman Numba, berdasarkan diskusi dan rapat konsolidasi yang dilakukan, perlu adanya penyamaan data agar informasi terkait stok beras tak simpang siur.
"Salah satu usulan dari konsilidasi HKTI perlu ada kesesuaian data, sumbernya harus dipastikan dari mana," tuturnya.
Menurutnya, rencana pemerintah melakukan impor beras membuat petani tak berdaya.(*)