Obat Sirup

Polisi Bentuk Timsus Selidiki Proses Produksi Obat Sirup, Dipimpin Jenderal Bintang Satu

Editor: Muh. Irham
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Obat Sirup.

Ia menjelaskan, EG dan DEG memang dilarang dalam penggunaan bahan baku obat namun memungkinkan ada dalam obat sirup karena terbawa bahan kimia lain, yakni pada proses produksi impurities atau ketidakmurnian. Adapun sesuai standar, ambang batas atau tolerable daily intake ditetapkan untuk EG dan DEG sebesar o,5 per Mg per berat badan per hari.

"Intinya sih memang akan selalu ada ya hanya sekarang berapa jauh ya yang harusnya ada tidak melebihi dari ambang batas," ujar dia.

Pihaknya akan melakukan pendalaman pada perusahaan-perusahaan yang didapatkan produknya melebihi ambang batas atau TMS tersebut. Sejauh ini BPOM mengklaim sudah mulai melakukan langkah-langkah pembinaan, mendatangi produsen untuk melihat bahan bakunya secara detail.

"Tapi kita akan dalami lagi. Kami akan lebih mendalami lagi apakah ada industri farmasi yang ternyata mengganti bahan baku, dalam situasi kita kemarin banyak sekali permasalahan dikaitkan dengan akses ke bahan baku selama masa pandemi. Itu bisa dimungkinkan," ujarnya.

Terpisah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan dukacita mendalam atas meninggalnya 133 anak, mayoritas usia Balita, akibat kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury).

KemenPPPA berharap korban anak akibat kasus gagal ginjal akut ini tidak semakin bertambah dan memastikan pemenuhan hak anak atas kesehatan terpenuhi secara menyeluruh.

"KemenPPPA mengapresiasi langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan penghentian sementara peredaran dan perdagangan obat berbentuk sirup dan mengumumkan 102 daftar obat yang dikonsumsi oleh pasien dalam rangka mencegah bertambahnya korban," kata Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Rini Handayani.

Rini mengatakan pihaknya mendukung investigasi kasus gagal ginjal akut pada anak-anak ini.Langkah ini, menurut Rini, perlu dilakukan untuk mencari penyebab penyakit misterius ini.

"Namun, KemenPPPA mendukung investigasi menyeluruh terhadap kasus ini, sehingga dapat dipastikan penyebabnya secara tepat dan menjatuhkan sanksi tegas sesuai dengan regulasi yang berlaku apabila ada kelalaian atau pelanggaran dalam kasus ini," tutur Rini.

Rini juga menegaskan perlunya mengusut tuntas dari hulu ke hilir penyebab kejadian ini, dapat menjadi alat untuk evaluasi. Sekaligus terhadap terhadap aspek penanganan kesehatan anak termasuk menjamin produksi obat-obatan dan peredaran obat-obatan sesuai aturan.

Rini mengatakan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan perlindungan Anak untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Konvensi Hak Anak sebagaimana pada pasal 24, yaitu menyatakan Anak berhak untuk menikmati status kesehatan tertinggi yang dapat dicapai untuk memperoleh sarana-sarana perawatan penyakit dan pemulihan kesehatan.(*)

Berita Terkini