TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar Muhammad Yunus menilai Pemkot Makassar memaksakan diri menggelar Pemilu Raya RT/RW secara e-Voting.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hanura Makassar itu menyatakan pemilihan secara elektronik voting masih asing bagi masyarakat.
Yunus menilai warga Makassar belum paham penggunaan dan proses Pemilu Raya RT/RW jika menggunakan aplikasi.
“Sistem e-voting pemilu raya ini masih prematur, masyarakat belum tahu. Persiapan pelaksanaan e-voting butuh waktu lama,” katanya, Kamis (22/9/2022).
Ia menambahkan, butuh waktu bagi Pemkot Makassar mensosialisasikannya ke masyarakat agar mereka paham dan bisa menggunakan hak suaranya secara elektronik.
“Satu atau dua bulan itu tidak cukup untuk sosialisasi karena ini hal baru bagi masyarakat, tidak mungkin mereka bisa paham secepat itu,” katanya.
Baca juga: Pemilu Raya Digelar November 2022, Danny Pomanto Bocorkan Kriteria Calon yang Tidak Bisa Lolos
Ia berharap Pemkot Makassar menunda keinginannya menggelar Pemilu Raya secara e-voting.
Pemilu Raya 2022 digelar konvensional sembari melakukan persiapan e-voting untuk pemilihan berikutnya.
“Kami usul konvensional saja tahun ini karena waktunya sudah mepet, kalau anggarannya di perubahan itu otomatis harus terlaksana November,” katanya.
“Kalau e-voting tidak apa kita tunda, persiapan untuk lima tahun ke depan supaya sosialisasinya jalan,” Yunus menambahkan.
Legislator tiga periode ini menambahkan, salah satu alasan Pemkot Makassar untuk menetapkan e-Voting karena biayanya lebih murah.
Pada APBD 2022 dianggarkan Rp2,9 miliar, sementara menurut Pemkot menggunakan kertas suara butuh budget lebih banyak.
Kemarin, Rabu (21/9/2022), puluhan mantan ketua RT/RW menggelar aksi di depan gedung DPRD Makassar.
Koordinator aksi unjuk rasa, Samsir Saeni mengatakan atas nama warga Makassar, mereka menolak pelaksanaan Pemilu Raya RT/RW jika dilakukan secara e-voting.
Alasannya, e-voting terlalu prematur jika diterapkan dalam Pemilu Raya tahun ini.