Dalam kehidupan pribadi, Covid-19, misalnya, telah memaksa hadirnya sejenis upaya antisipasi dengan misalnya penyediaan “safety-net” - jaring pengaman bagi keluarga sekiranya wabah yang sama timbul lagi pada masa depan dan kita harus kembali bekerja dari rumah.
Seluruh keadaan itu tentu memerlukan keterampilan baru, di dunia baru, dunia digital itu. Ketrampilan baru yang tidak hanya mengandaikan kemampuan penggunaan dan pendayagunaan perangkat digital yang terus berkembang, tetapi juga ketrampilan untuk memprediksi model dan instrumen apa lagi yang akan muncul.
Di dunia sosial-media misalnya, kita harus selalu bersiap untuk menerima hadirnya “flatform-flatform” baru, kita harus sudah mahir dengan desain dan produksi visual termasuk kemampuan naratif dalam berbagai bentuk.
Ringkasnya, digital-skill sudah merupakan keharusan masa kini yang tak dapat kita abaikan.
Sebab ketrampilan tersebutlah yang nanti akan menjadi pembeda efektivitas kehadiran kita, bahkan menjadi landasan pokok eksistensi kita.
Beriringan dengan hal itu, kita tentu harus menyadari implikasi-implikasi filosofis dan moralitas yang timbul, juga dampak-dampak psiko-sosialnya, termasuk alienasi atau keterasingan. Karena hal ini adalah efek buruk teknologi yang tampaknya akan selalu hadir. Keterasingan yang secara sosio-psikologis merupakan wujud kesenjangan dan ketidakadilan. *
Tulisan kolom Hasymi Ibrahim dalam Resonansi Tribun Timur terbit di Tribun Timur cetak setiap akhir pekan