Dampak Larangan Ekspor Minyak Goreng Indonesia Dirasakan Dunia, Harga di Negara Lain Juga Melonjak

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kelapa sawit jadi produk andalan ekspor Indonesia. Kini larangan ekspor minyak goreng membuat sejumlah negara mengeluh.

Negara ini tentu tidak mudah menavigasi larangan ekspor kelapa sawitnya.

Produsen utama mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka akan menangguhkan semua pengiriman minyak goreng, membuat harga kelapa sawit dan penggantinya melonjak.

Kemudian Senin malam, muncul laporan bahwa hanya palm olein, produk olahan, yang akan dihentikan, mendorong penurunan harga dengan cepat dan pedagang bergegas untuk mematuhi larangan tersebut.

Pemerintah memberikan kejutan lain Rabu malam, memperluas larangan untuk memasukkan minyak sawit mentah, minyak sawit RBD dan bahkan minyak goreng bekas, bertentangan dengan pernyataan sebelumnya.

Itu mencakup produk di seluruh rantai pasokan.

Indonesia menyumbang sekitar sepertiga dari ekspor minyak nabati global.

Langkah ini adalah "salah satu tindakan nasionalisme pertanian terbesar sejauh ini selama lonjakan harga pangan ini," kata Tobin Gorey, ahli strategi komoditas pertanian di Commonwealth Bank of Australia.

Minyak sawit berjangka turun sebanyak 3,9 % menjadi 6.714 ringgit ($1.539) per ton pada hari Kamis, memangkas kenaikan minggu ini.

Harga melonjak dengan batas perdagangan 10 % sehari sebelumnya, beberapa jam sebelum Indonesia mengumumkan larangan ekspor yang diperluas.

Presiden Joko Widodo mengatakan Rabu malam, larangan itu akan dicabut setelah permintaan lokal untuk bahan makanan terpenuhi, menambahkan bahwa itu “ironis” bahwa negara itu kesulitan mendapatkan minyak goreng.

Keputusan untuk melarang ekspor datang setelah kebijakan sebelumnya tidak efektif dalam mengurangi kekurangan, katanya.

Tidak pasti apakah larangan akan memiliki efek yang diinginkan.

Pemerintah mengakui bahwa kebijakan tersebut dapat memangkas produksi sawit negara dan mengakibatkan panen yang tidak terjual bagi petani.

Ada juga kekhawatiran ketika produsen Indonesia akan kehabisan kapasitas untuk menyimpan minyak yang tidak bisa lagi diekspor.

“Dengan sikap keras ini, pemerintah menghukum pabrik penyulingan yang salah dengan menghukum seluruh industri perkebunan Indonesia,” tulis analis RHB Research Hoe Lee Leng dalam sebuah catatan.

“Semua pemain di Indonesia kemungkinan akan menderita, meskipun eksportir hulu murni kemungkinan akan lebih menderita.” (Intisari)

Berita Terkini