Dampak Larangan Ekspor Minyak Goreng Indonesia Dirasakan Dunia, Harga di Negara Lain Juga Melonjak

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kelapa sawit jadi produk andalan ekspor Indonesia. Kini larangan ekspor minyak goreng membuat sejumlah negara mengeluh.

TRIBUN-TIMUR.COM -  Larangan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia sudah diberlakukan pemerintah.

Larangan ekspor minyak goreng tersebut berlaku mulai Kamis (28/4/2022).

Pemerintah melarang ekspor gegara stok minyak goreng Tanah Air langka dan mahal.

Larangan ekspor tersebut sebagai salah satu kasus perlindungan pangan paling drastis sejak perang bergejolak di Ukraina.

Ternyata, selama ini Indonesia sebagai negara pengirim minyak goreng teratas.

Namun belakangan, berlakukan larangan menyeluruh pada ekspor minyak goreng, yang mencakup produk minyak sawit di seluruh rantai nilai.

Langkah itu menambah dampak invasi Rusia ke Ukraina, yang menjerumuskan pasar minyak nabati global ke dalam kekacauan, seperti ditulis oleh Anuradha Raghu, Pratik Parija, dan Echo Listyorini dalam artikel opini mereka di Bloomberg.

Dengan melonjaknya biaya makanan ke titik tertinggi sepanjang masa, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengamankan pasokan mereka sendiri.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendesak para pemimpin untuk menjaga perdagangan tetap terbuka.

PBB juga memperingatkan bahwa proteksionisme akan menaikkan harga dan menyebabkan rak kosong di negara-negara yang bergantung pada impor.

Dalam sebuah langkah yang menggambarkan tekad negara untuk menegakkan larangan tersebut, Angkatan Laut mengatakan pihaknya menahan dua kapal tanker yang membawa minyak sawit menuju India dan Uni Emirat Arab karena dugaan pelanggaran kontrol ekspor.

TNI AL akan meningkatkan pengawasan dan pengamanan di perairan negara itu untuk mencegah penyelundupan.

Larangan ekspor Indonesia adalah “inflasi untuk semua orang,” kata Atul Chaturvedi, presiden Asosiasi Ekstraktor Pelarut India.

India adalah importir utama minyak sawit dan mendapat sekitar 45 % pasokannya dari negara Asia Tenggara itu.

“Jika rantai pasokan terganggu, perusahaan akan mencoba menjatah pasokan mereka karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi besok.”

Halaman
12

Berita Terkini