TRIBUN-TIMUR.COM - Ingat anggota polisi yang terlibat pembunuhan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI)?
Dua polisi tersebut yakni Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella.
Kini, Jaksa penuntut umum (JPU) menolak pembelaannya soal kasus dugaan pembunuhan secara sewenang-wenang atau unlawful killing tersebut.
Jaksa menolak dalam sidang lanjutan agenda replik atau tanggapan atas pembelaan terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (4/3/2022).
Jaksa Donny Mahendra Sany mengatakan, argumen penasihat hukum keliru karena banyak abai terhadap fakta-fakta yang terungkap selama persidangan.
Atas hal itu, jaksa menyatakan tetap pada tuntutannya yang meminta majelis hakim menghukum dua terdakwa, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella, dengan pidana penjara enam tahun.
Baca juga: Edy Mulyadi Senang Dipenjara Polri, Baru Hari Pertama Sudah Ambil Jatah Makanan Rizieq Shihab
Baca juga: Viral, Habib Ali bin Jindan Berkoar Sebut Imam Bonjol Kakek Habib Rizieq Shihab
"Setelah kami mendengar pembelaan terdakwa kami menolak seluruhnya, sehingga kami tetap pada tuntutan dan meminta kepada majelis hakim, (kami) memohon putusan yang seadil-adilnya," kata Jaksa Donny di persidangan.
Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryanta kemudian meminta tanggapan penasihat hukum atas penolakan pembelaan dari kubu penuntut umum.
Koordinator Tim Penasihat Hukum Henry Yosodiningrat, mengatakan mereka tak akan mengajukan tanggapan atas replik jaksa atau duplik.
"Sikap kami sama. Kami tetap pada pembelaan. Mohon majelis hakim menjatuhkan putusan," kata Henry.
Tim kuasa hukum terdakwa perkara dugaan tindak pidana pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing Henry Yosodiningrat meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan bebas kepada kliennya.
Permintaan putusan bebas itu diutarakan oleh Henry sebab dirinya menilai dalam perkara ini kedua kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, seperti yang dituntut dan didakwa oleh jaksa.
Hal itu kata dia, terungkap dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan beberapa saksi yang dihadirkan kubu jaksa maupun kuasa hukum.
"Maka kami sangat meyakini bahwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa bersalah melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya baik dalam dakwaan primair maupun dalam subsidair," kata Henry.
Tak hanya meminta hukuman bebas, dalam pleidoinya, Henry juga memohon kepada majelis hakim untuk mengembalikan harkat dan martabat para kliennya itu.
Sebab dirinya berpendapat kalau tewasnya sebagian atau keenam anggota laskar FPI itu merupakan pembelaan terpaksa atau noodweer atau pembelaan terpaksa yang melampaui batas noodweer exces.
Dalam perkara ini, kedua terdakwa, baik Briptu Fikri Ramadhan maupun IPDA M. Yusmin Ohorella dituntut enam tahun penjara.
Baca juga: Ditanya Soal Kondisi Batin Usai Tembak Anggota Laskar FPI, Briptu Fikri: Kacau, Sangat Kacau!
Baca juga: Siapa Sosok Z? Eks Laskar FPI Debat Panas dengan Munarman: Kakak Saya Meninggal Akibat Taklim Antum
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama, sehingga membuat orang meninggal dunia sebagaimana dakwaan primer jaksa.
Jaksa juga menyatakan terdakwa sebagai anggota kepolisian telah abai terhadap penggunaan senjata api yang menimbulkan orang meninggal dunia.
Jaksa menyebut, peristiwa itu bahkan dilakukan secara bersama-sama.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," kata Jaksa.
Sebagai informasi, dalam perkara ini para terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
Perbuatan oknum tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, jaksa menghadirkan empat ahli forensik, ahli DNA dan ahli identifikasi sidik jari dalam sidang.
Mereka dihadirkan agar memberikan kesaksiannya di hadapan majelis hakim.
Keenam ahli tersebut antara lain empat ahli kedokteran forensik yaitu Arif Wahyono, Farah P Kaurow, Asri M Pralebda, dan dokter forensik sekaligus pembuat visum et repertum, Novia T Sitorus.
Kemudian, ahli DNA yaitu Irfan Rovik, dan ahli dari Tim Sistem Identifikasi Otomatis dan Sidik Jari (INAFIS), Eko W Bintoro.
Dalam pernyataannya, ahli forensik mengungkapkan bahwa enam laskar FPI yang tewas karena mengalami luka tembak peluru tajam.
“Rata-rata luka tembak itu ditemukan pada bagian dada menembus sampai punggung, melukai organ vital seperti paru-paru dan jantung,” demikian penjelasan para ahli forensik di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (4/1).
Hasil autopsi jasad Muhammad Suci Khadavi (21), sebagaimana disampaikan Kaurow sebagai pemeriksa, menunjukkan ada tiga luka tembakan pada dada sisi kiri yang menyebabkan korban tewas. Luka tembak di dada itu melukai paru-paru dan jantung.
Sementara Farah, menyampaikan luka tembak di dada juga ditemukan pada korban Muhammad Reza (20). Hasil pemeriksaan terhadap jenazah Reza juga menunjukkan ada luka tembak di bagian lengan.
Kemudian Wahyono menyampaikan ada luka tembak pada tubuh Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun) dan Faiz Ahmad Syukur (22).
Baca juga: Heboh Debat Panas Munarman & Eks Laskar FPI di Sidang: Ada Nggak Saya Menyuruh Baiat (ke ISIS)?
Baca juga: Saksi: Anggota Laskar FPI Teriak Minta Polisi Jangan Sakiti Temannya
“Untuk Ahmad Sofian, ketemu luka tembak masuk dua, di dada kiri (menembus) punggung kiri. Untuk Faiz, (luka tembak) di dada kiri, lengan kiri, paha kanan. Di dada kiri ada dua tembakan,” ucap Wahyono.
Terakhir, Pralebda menyampaikan ada empat luka tembak di dada kiri menembus sampai punggung kiri untuk korban Luthfi Hakim (25), dan ada dua luka tembak di dada kiri Andi Oktiawan (33).
Ia menyatakan, hasil otopsi korban atas nama Oktiawan juga menunjukkan ada luka tembak di mata kiri yang menembus pelipis kiri.
Pralebda menyampaikan untuk dua jasad yang dia periksa, yaitu Hakim dan Oktiawan tidak ada luka lain selain luka tembak.
Tewasnya enam anggota FPI terjadi di dua lokasi berbeda. Oktiawan dan Hakim diyakini tewas saat baku-tembak dengan aparat di Jalan Simpang Susun Karawang Barat. Sementara empat korban lain tewas di dalam mobil saat hendak dibawa polisi ke Mapolda Metro Jaya.
Dalam kasus ini, setidaknya ada dua terdakwa kasus pembunuhan sewenang-wenang itu yakni Brigadir Polisi Satu Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin Ohorella.
Inspektur Polisi Dua Elwira Priadi sempat ditetapkan sebagai tersangka, tetapi ia meninggal dunia lebih dulu sebelum persidangan.
Jaksa telah mendakwa Ramadhan dan Ohorella melakukan pembunuhan sewenang-wenang atau di luar hukum terhadap enam anggota FPI pada 7 Desember 2020.
Dua terdakwa itu oleh penuntut umum dijerat dengan pasal 338 dan pasal 351 ayat (3) KUH Pidana juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidananya 15 tahun penjara dan tujuh tahun penjara.
Dalam persidangan pada 7 Desember 2021, Ramadhan menyampaikan penembakan terhadap empat anggota FPI terjadi karena dia diserang oleh korban.
Korban penembakan, menurut dia, mencakar dan mencekik dia serta berusaha mengambil senjata yang dikuasainya.
Dalam keterangannya di persidangan, Ramadhan melihat Priadi menembak beberapa anggota FPI yang berusaha mencekik dan mengambil senjatanya.
Sementara dia sendiri mengaku tak sengaja atau tak sadar telah menembak korban karena kondisinya saat itu tangan dia ditarik korban.
Majelis hakim PN Jakarta Selatan, yang dipimpin Muhammad Arif Nuryanta, menjadwalkan sidang kembali berlanjut pada Selasa minggu depan (11/1) dengan agenda mendengar keterangan delapan ahli dari penuntut umum.
Baca juga: Saksi: Anggota Laskar FPI Teriak Minta Polisi Jangan Sakiti Temannya
Baca juga: Heboh Debat Panas Munarman & Eks Laskar FPI di Sidang: Ada Nggak Saya Menyuruh Baiat (ke ISIS)?
Kronologi penembakan
Kronologi penembakan termaktub dalam surat dakwaan untuk dua terdakwa atas dugaan kasus unlafwul killing.
Dalam peristiwa itu, enam laskar FPI tewas.
Jaksa mengatakan, penembakan yang dilakukan oleh Briptu Fikri dan Ipda Yusmin berawal dari tak hadirnya Muhamad Rizieq Shihab dalam pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan untuk kedua kalinya.
Rizieq tak hadir dengan berbagai alasan.
Dalam perkembangannya, Polda Metro Jaya menerima informasi dari masyarakat dan media sosial yang berisi simpatisan Rizieq Shihab bakal menggeruduk gedung Polda Metro Jaya serta melakukan aksi anarkistis.
"Polisi lantas melakukan antisipasi dengan memerintahkan anggotanya, yakni terdakwa Briptu Fikri R, terdakwa Ipda M Yusmin O, Ipda Elwira Priadi Z yang telah meninggal dunia, saksi Aipda Toni Suhendar, Bripka Adi I, Bripka Faisal KA, dan Bripka Guntur P guna menyelidiki rencana penggerudukan tersebut," ujar jaksa dalam surat dakwaan, Senin (18/10/2021).
Informasi adanya penggerudukan Polda Metro Jaya diterima pihak kepolisian dalam laporan bernomor R/LI20/XII/2020/Subdit 3/Resmob tanggal 5 Desember 2020, tentang rencana penggerudukan dan pengepungan Polda Metro Jaya pada 7 Desember 2020 saat pemeriksaan Rizieq Shihab.
Kemudian laporan adanya penggerudukan Polda Metro Jaya tersebut ditindaklanjuti dengan surat perintah tugas nomor SP.Gas/9769/12/2020/Subdit III/Resmob tanggal 5 Desember 2020 dan surat perintah penyelidikan nomor SP.Lidik/5626/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 5 Desember 2020.
Dalam surat perintah tugas tersebut berisi tindakan kepolisian dalam rangka penyelidikan berdasarkan informasi hasil patroli cyber terkait rencana penggerudukan Polda Metro Jaya.
"Melakukan tugas memantau semua simpatisan Moh Rizieq alias Habib Muhammad Rizieq Shihab yang berada di perumahan The Nature Mutiara Sentul, Kabupaten Bogor," ucap jaksa.
Pada Minggu (6/12/2020) pukul 21.00 WIB, dua terdakwa dan lima anggota lainnya berangkat ke lokasi menggunakan tiga unit mobil.
Ipda Yusmin, Briptu Fikri, Bripka Faisal, dan Ipda Elwira berada di mobil Toyota Avanza berwarna silver berpelat nomor K 9143 EL.
Bripka Adi Ismanto dan Aipda Toni Suhendar ada di mobil Daihatsu Xenia berwarna silver dengan pelat nomor B 1519 UTI.
Sementara itu, Bripka Guntur Pamungkas mengemudikan mobil Toyota Avanza berwarna hitam dengan pelat nomor B 1392 TWQ.
Pukul 22.00 WIB, mereka tiba di lokasi yang telah ditentukan.
Selanjutnya pada pukul 23.00 WIB, polisi bergerak keluar dari perumahan tersebut dan mengikuti 10 mobil yang diduga rombongan simpatisan Rizieq Shihab menuju ke arah pintu Tol Sentul 2.
Dalam pemantauan itu terlihat satu mobil Pajero warna putih bergerak ke arah bogor, yang kemudian diikuti oleh Bripka Guntur.
Sementara itu, dua mobil polisi lainnya melanjutkan perjalanan mengikuti 9 mobil yang diduga berisi rombongan simpatisan Rizieq.
"Namun saat perjalanan arah Tol Cikampek 1, mobil yang dikemudikan Bripka Ismanto tertinggal dari rombongan," ujar jaksa.
Kontak tembak
Pada Senin (7/12/2020), tepatnya di jalan pintu keluar Tol Karawang Timur, terlihat dua mobil Chevrolet dan Toyota Avanza berusaha menghalang-halangi mobil yang dikemudikan Bripka Faisal.
Pukul 00.30 di Jalan Interchange Karawang, Toyota Avanza yang dikemudikan anggota FPI menyerempet bumper sebelah kanan mobil yang dikemudikan Bripka Faisal.
Bripka Faisal kemudian berupaya mengejar.
Namun, tiba-tiba muncul Chevrolet warna abu-abu yang memepet dan memberhentikan mobil yang berisi anggota polisi.
Empat orang anggota FPI turun dari mobil Chevrolet.
Mereka juga membawa senjata tajam saat menghampiri mobil yang dikemudikan oleh Bripka Faisal.
"Seorang laki-laki yang mengenakan jaket biru melakukan penyerangan ke mobil yang dikemudikan oleh Bripka Faisal dengan cara mengayunkan pedang dan membacok kap mesin mobil kemudian melanjutkan dengan menghujamkan pedang sekali lagi ke kaca mobil secara membabi buta," kata Jaksa.
Melihat aksi perusakan itu, Briptu Faisal menurunkan kaca mobil dan melepaskan tembakan peringatan sebanyak satu kali.
Briptu Faisal kemudian berteriak “Polisi, Jangan Bergerak”.
Anggota FPI kemudian lari ke mobil Chevrolet.
emudian, dua orang anggota FPI lainnya muncul dari mobil dan mengarahkan tembakan ke mobil polisi sebanyak tiga kali.
Tiga tembakan tersebut melubangi kaca mobil yang dikendarai oleh Bripka Faisal.
Polisi lalu membalas tembakan tersebut ke arah keduanya lantaran para anggota FPI itu berencana kabur.
Anggota FPI bernama Faiz AS tertembak di lengan kiri bagian dalam dan lengan bawah kiri sisi dalam.
Anggota FPI itu berhasil kabur dan dikejar oleh anggota kepolisian.
Dalam pengejaran diwarnai aksi saling tembak pula diantara kedua pihak itu.
Polisi kemudian berhasil mengejar mobil yang berisi anggota FPI. Namun, para laskar FPI itu kembali menodongkan senjata.
Pengejaran kemudian berlanjut hingga KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Mobil yang ditumpangi Laskar FPI menabrak pembatas jalan akibat pecah ban.
Polisi langsung menangkap empat anggota Laskar FPI dan melakukan penggeledahan.
Perlawanan Dalam perjalanan ke Polda Metro Jaya, para Laskar FPI itu melakukan perlawanan.
Mereka mencoba merebut senjata polisi dan mencekik leher Briptu Fikri.
Almarhum Ipda Elwira Priadi Z dan Briptu Fikri menembak empat Laskar FPI di dalam mobil hingga tewas karena melihat adanya perlawawan. Masing-masing terdakwa menembak dua anggota laskar FPI.
"Bahwa akibat perbuatan melakukan penganiayaan secara bersama-sama mengakibatkan matinya: Andi Oktiawan, Faiz Ahmad Syukur, Lutfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi Poetra," tutur Jaksa.
Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Kompas.tv/Kompas.com)