KKB Papua

Cerita Dokter Puluhan Hidup Bareng Keluarga KKB Papua, Bukan Nasi yang Dimakan Demi Bertahan Hidup

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dokter FX Sudanto atau Fransiskus Xaverius Soedanto, dokter yang berjuluk Dokter Seribu Rupiah.

Saat itu, kenang Soedanto, penduduknya masih memakai pakaian yang terbuat dari rerumputan. Kehidupan rumah tangga umumnya di bawah rata-rata.

“Selama melayani, banyak masyarakat tak mampu. Mereka hanya membayar dengan sagu, ataupun kayu bakar dari hutan," katanya.

Dan, setelah mengabdi selama 7 tahun lamanya, Soedanto mudah pun akhirnya pindah ke Kota Jayapura pada tahun 1982.

Saat itu, dokter Soedanto ditempatkan di Rumah Sakit Jiwa Abepura. Di rumah sakit inilah ia melayani pasien hingga akhirnya pensiun tahun 2013 lalu.

Ketulusannya melayani kesehatan masyarakat dengan tarif Rp 1.000, sepertinya tidak pernah luntur.

Mungkin karena itu, sehingga dimana pun ia berada, masyarakat kecil so pasti mencarinya untuk mendapatkan pelayanan.

Lantaran dekat dengan orang kecil dan sulitnya penduduk memperoleh obat-obatan, ia pun membuka Apotek Rahmat di Jalan Ayapo Nomor 11 Abepura, Kota Jayapura.

Apotek itu dibuka untuk menunjang pelayanan kesehatan yang diberikannya kepada warga Kota Jayapura.

"Apotek saya ini sudah 40 tahun. Waktu membuka praktek saat itu, rata-rata yang datang masyarakat kelas bawah, seperti pekerja bangunan, dan lain sebagainya," jelasnya.

Baca juga: Berita Terbaru KKB Papua, Sergap Anggota Brimob di Tengah Kabut, Bharatu Bachtiar Terluka

Baca juga: Masa Tugas Satgas Nemangkawi Segera Berakhir, KKB Papua Perluas Wilayah Operasi

Kata dia, di tahun itu, harga pemeriksaan diberikan bagi masyarakat cukup murah.

"Sejak 1982 hingga 1985 biayanya Rp 500. Kemudian, saya lupa di tahun berapa itu naik menjadi Rp 2.000. Saya lupa karena sudah lama sekali. Sampai baru-baru ini sudah Rp 5.000,” katanya.

Biaya pengobatan naik lantaran masyarakat saat ini sudah cukup memiliki pendapatan yang baik, dan kebutuhan keluarganya juga semakin meningkat.

"Dulu anak baru satu, kebutuhan juga masih sedikit. Tapi lama-lama anak bertambah, yah kebutuhan hidup tambah naik, seperti ongkos sekolah dan lain sebagainya, makanya baru-baru ini naik Rp 5.000," ujarnya.

Namun, menurut Soedanto, walau harga pemeriksaannya bertambah beberapa ribu, pasien yang datang ke tempat prakteknya terus meningkat.

"Setiap hari itu banyak pasien. Rata-rata 200 pasien saya periksa,” jelasnya.

Halaman
1234

Berita Terkini