Imran mengaku, peranan tenaga honorer sangat membantu kerja-kerja di dunia pemerintahan, utamanya pekerjaan yang bersifat teknis.
Bahkan, peranan tenaga kontrak kadang lebih berperan dari ASN.
"Banyak hal yang mempengaruhi, dari segi skill mereka banyak menguasai pekerjaan yang sifatnya teknik, ASN kadang hanya menggantungkan pekerjaan ke tenaga kontrak," bebernya.
Kendati demikian, Pemprov Sulsel telah melakukan persiapan sedikit demi sedikit
Misalnya, menginventarisir dengan baik data-data pegawai berbasis aplikasi.
Juga mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan honorer yang bakal dialihkan menjadi tenaga outsourcing.
Kata Imran, ada 12 pekerjaan honorer yang berpotensi dialihkan ke outsorcing, beberapa diantaranya cleaning servis, petugas keamanan, pramutamu, sopir, pekerja lapangan penagih pajak, penjaga terminal, pengamanan dalam, penjaga pintu air.
"Kebutuhan OPD untuk operator komputer juga belum bisa ditangani ASN, tenaga teknis seperti itu yang sedang kita kaji, apakah bisa menjadi outsorcing," bebernya.
Tenaga outsourcing merupakan karyawan yang dipasok dari pihak ketiga, Pemprov akan bekerjasama dengan penyedia jasa untuk 12 jenis pekerjaan tersebut.
Sementara itu, posisi honorer guru dan tenaga kesehatan masih bisa dianggap aman.
Sebab alokasi gaji mereka dibebankan ke beberapa komponen, misalnya honorer guru ada yang tercover di APBD, dana bos, bahkan di komite sekolah.
"Samaji juga kalau honorer kesehatan, masih ada harapan, kalau kemampuan BLUD bagus itu dibayar BLUD. Guru dan kesehatan masih ada opsi," jelasnya.
Lain halnya dengan pegawai administrasi, merekalah yang paling terdampak dari kebijakan penghapusan honorer ini.
Imran menjelaskan, pihaknya telah membicarakan rencana ini dengan DPRD Sulsel.
Salah satu opsi solusi yang ditawarkan yakni memberikan dan membekali keterampilan berwirausaha bagi para honorer.
Sehingga, mereka akan lebih mudah terjun ke dunia baru dan bisa membuka usaha secara mandiri.
DPR juga mengusul agar mereka diberi modal usaha, namun kata Imran hal tersebut butuh pertimbangan yang matang mengingat kemampuan keuangan daerah terbatas. (*)