“Tapi satu dorongan bagi saya untuk membina dia bagaimana bisa bagus prestasinya,” jelas Amiruddin.
Apalagi, kata Amiruddin, dia yakin putrinya tersebut memiliki potensi besar di cabang olahraga bulutangkis sejak dini.
Alhasil, kini sang putri berhasil membuktikan diri dengan menuai prestasi.
“Saya lihat dia punya gerakan itu calon-calon pemain dunia, dan Alhamdulillah kini terbukti dia menjadi juara dunia,” ujarnya.
Turnamen Pertama
Dengan bakat dan potensi yang dimiliki putrinya itu, kata Amiruddin, Apriyani mulai mengikuti turnamen bulutangkis saat masih usia dini.
Sekitar tahun 2006, ada seorang guru yang mencari bibit atlet untuk mewakili kecamatan bertanding untuk tingkat Kabupaten Konawe.
“Alhamdulillah, ada temannya yang bilang 'ada teman ku, siapa namanya? Apriyani Rahayu' sudah mi dia suruh bawa raket,” ujar Amiruddin.
Kala itu, Apriyani kemudian dibawa ke sekolah untuk dilatih dan diuji oleh gurunya.
Gurunya pun menilai Apriyani layak mewakili kecamatan untuk turnamen tingkat kabupaten.
Saat turnamen tingkat kabupaten itulah Apriyani menorehkan prestasi pertamanya di dunia bulutangkis.
Namun, itupun tak diraih Apriyani dengan mudah.
Meski sudah menang di babak final, pertandingan yang sudah dimenangkan Apriyani diminta diulang lagi.
Menurut Amiruddin, saat Apriyani melaju ke final dan menang, beberapa pihak tak setuju dengan kemenangannya itu.
Panitia kemudian memutuskan untuk melakukan pertandingan ulang.
Alhasil, Apriyani tetap memenangkan pertandingan final tingkat kabupaten tersebut.
“Tidak cukup seminggu dari situ, Apriyani selanjutnya ikut seleksi tingkat kabupaten,” kata Amiruddin.
Seleksi tingkat kabupaten tersebut, kemudian menghantarkan Apriyani bertanding di tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara.
Apriyani kala itu berhasil meraih juara dua tingkat Provinsi Sultra.
Keberhasilan itupun sempat meninggalkan cerita bagi Apriyani, begitupun sang ayah.
Menurut Amiruddin, saat itu ada pihak yang menawarkan kepada Apriyani agar mengalah sebelum pertandingan berlangsung.
Dengan iming-iming imbalan bakal dibelikan baju dan sepatu baru.
Namun, Apriyani kecil menolak tawaran orang itu.
“Masih bisa dia belikan papah ku, saya mau ke Jakarta. Menangis dia,” kata Amiruddin mengutip perkataan Apriyani kala itu.
Prestasi demi prestasi selanjutnya ditorehkan Apriyani.
Pada tahun berikutnya, Apriyani kemudian mengkuti Pekan Olah Raga Daerah (Porda) Konawe Selatan (Konsel).
Saat ikut Porda Konsel itu, Apriyani kembali menorehkan prestasi.
Tak hanya satu, tapi meraih beberapa gelar juara.
Apriyani berhasil meraih tiga medali emas.
“Dia ambil medali emas semua, ditunggal putri, ganda campuran dan ganda putri. Itu medalinya masih ada disitu,” kata Amiruddin sambil menunjuk lemari koleksi medali dan piala milik Apriyani.
Semasa kecil, Apriyani Rahayu bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Lalosabila, Kecamatan Wawotobi, Kabupaten Konawe.
Selanjutnya, bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Unaaha.
Saat Sekolah Menengah Atas (SMA), Apriyani sudah mulai fokus menjadi atlet bulutangkis dan berlatih di Kota Kendari.
Sehingga Apriyani mengikuti kelas belajar jarak jauh.
Apriyani merupakan anak bungsu dari empat bersaudara.
Ia adalah satu-satunya anak perempuan dari empat saudaranya itu.
Berangkat ke Jakarta
Dengan berbagai torehan prestasi yang dicatatkan di tingkat regional, Apriyani Rahayu pun dilirik.
Dia pun berangkat ke Jakarta untuk Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) dari Persatuan Bulu Tangkis Konawe Utara atau PB Konut.
“Beliau (Apriyani) dari Kabupaten Konawe. Beliau berhasil ke Jakarta masuk Pelatnas berangkat dari PB Konut,” kata Bupati Konawe Utara (Konut) Ruksamin dikonfirmasi secara terpisah.
Ayah Apriyani Rahayu, Amiruddin P, bercerita saat akan berangkat pertama kali ke Jakarta, dirinya didatangi oleh dua pelatih Apriyani.
Meski terasa berat, Amiruddin dan istrinya kala itu akhirnya mengizinkan putrinya berangkat ke Jakarta.
Mereka mendukung penuh putrinya meskipun harus terpisah jarak.
“Mamanya bayangkan itu kita pergi antar di bandara, sampai di sini tiga kali pingsan dia ingat anaknya,” kata Amiruddin.
“Saya bilang kamu doakan saja, tidak ada lain. Jadi kerjanya itu kalau lagi duduk dia baca Yasin,” jelas Amiruddin menambahkan.
Momen duka pun dirasakan Apriyani Rayahu pada 10 November 2015 silam.
Sang ibu yang selalu memberi dukungan berpulang untuk selama-lamanya.
Momen duka itupun diterima Apriyani saat tengah bertanding mewakili Indonesia.
Kala itu, Apriyani sudah berada di lapangan untuk bertanding di Peru, Amerika Selatan.
Kabar duka kepergian sang ibu pun sempat menunda pertandingan itu untuk beberapa saat.
Pelatih memberitahu wasit untuk mengabari Apriyani yang sedang bertanding jika ibunya sudah tiada.
“Terpaksa, dia (Apriyani) berdoa dulu baru masuk lapangan. Nanti kembali di Indonesia selesai pertandingan dua minggu kemudian baru pulang di sini (Konawe) baca-bacakan,” jelas Amiruddin.(*)
(Tribun Timur / TribunnewsSultra.com)