TRIBUN-TIMUR.COM - Masa pendudukan Jepang tahun 1942 hingga 1945, Timor Leste dalam masa penderitaan.
Jepang tiba di Timor Leste dengan kampanye brutal perbudakan seksual paksa yang dikenal sebagai jugun ianfu atau wanita penghibur.
Para jugun ianfu tersebut direkrut dari wanita-wanita pribumi yang kemudian dijadikan pemuas nafsu tentara Jepang.
Melansir Vice.com, wanita di distrik Malaka, Timor Leste, biasa menato diri mereka sendiri ketika mereka menikah.
Yakni dengan menorehkan motif jaring-jaring rumit untuk menandai diri mereka sudah bersuami.
Ini merupakan tradisi warisan dan menggambarkan filosofi suatu suku.
Ada yang melambangkan rumah adat. Ada yang melambangkan alam.
Ketika tentara Jepang tiba di Malaka, wanita-wanita lajang mulai 'melanggar tradisi' dengan menato diri mereka meski belum menikah.
Melanggar yang dimaksud adalah mereka memaksa dirinya ditato, sendiri maupun oleh pihak lain.
Hal ini dilakukan wanita Timor Leste untuk menyelamatkan diri dari rumah bordil Tentara Kekaisaran Jepang.
Dan sistem jugun ianfu tersebut sedikitnya menarik 20.000 wanita.
Serta sebanyak 410.000 wanita masuk paksa ke dalam industri masa perang yang tragis ini.
Praktik mencuri perempuan di wilayah pendudukan untuk perbudakan seksual,
diduga dijadikan praktik standar untuk mencegah insiden internasional lain seperti yang terjadi pada tahun 1937.
Tepatnya ketika pasukan Jepang melakukan rudapaksa dan membantai orang-orang Nanjing, China, ketika sedang dikepung.