Nurdin Abdullah Ditangkap KPK

Sidang Pemeriksaan Terdakwa, Agung Sucipto Singgung Peran Adik Kandung Nurdin Abdullah di Bantaeng

Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR
Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Agung Sucipto saat menjalani sidang pemeriksaan terdakwa secara virtual di Ruang Sidang Utama, Prof Harifin A Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (1/7/2021) pukul 14.00 Wita.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Terdakwa kasus suap infrastruktur, Agung Sucipto menyinggung peran adik kandung Nurdin Abdullah (NA) saat masih menjabat sebagai Bupati Bantaeng.

Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, M Asri menanyakan awal mula Agung bisa mengenal Nurdin Abdullah.

Agung menjelaskan, awalnya ia dikenalkan oleh Direktur PT Putra Jaya, Petrus Yalim.

"Pada saat itu saya dari Kabupaten Bulukumba dalam perjalanan ke Makassar. Ada kenalan saya namanya Petrus Yalim. Dia suruh saya singgah di Bantaeng untuk dikenalkan dengan Bupati Bantaeng yaitu pak NA," ujar Agung.

Agung pun mengunjungi rumah jabatan Bupati Bantaeng bersama Petrus untuk bertemu NA.

Asri pun kembali menanyakan, terkait berapa lama kunjungan mereka. Mengingat bupati merupakan orang yang sibuk

"Kurang lebih setengah jam, hanya sekedar membicarakan perkembangan pembangunan di Bantaeng," jelasnya.

Tak sampai disitu, M Asri kembali menggali lebih dalam terkait apakah dalam pembicaraan tersebut Agung pernah meminta proyek ke NA.

"Saat itu belum, baru satu dua tahun setelahnya baru saya minta. Saya kenal dengan adiknya pak bupati, namanya Karaeng Nawang, melalui beliau saya minta petunjuk. Kemudian diusulkan mendaftar disalah satu proyek. Saat itu saya menang dengan nilai anggaran Rp1 miliar," ungkapnya 

Ia mengaku, saat NA masih menjadi Bupati Bantaeng, Agung hanya berhubungan melalui Karaeng Nawang.

Lebih lanjut, JPU kembali menanyakan apakah Agung pernah memberi uang kepada NA atau Karaeng Nawang.

"Awalnya belum, baru setelah tahun kedua bekerja, disitu baru mulai ada memberi ucapan terima kasih. Nilainya sekitar Rp100 sampai Rp 200 juta," terangnya.

Bahkan ia mengaku, saat memberikan uang tersebut ke Karaeng Nawang, Agung tidak pernah sekalipun menyampaikannya ke NA.

Sementara Hakim Ketua, Ibrahim Palino menanyakan, apa yang membuat Agung memilih Karaeng Nawang sebagai perantara untuk membantunya memenangkan proyek.

Padahal, Karaeng Nawang sendiri bukan berasal dari pemerintahan.

"Saya pilih Karaeng Nawang karena insting saja, menurut pengalaman saya kontraktor selama 40 tahun, saya rasa kalau ini bisa membantu saya. Jadi saya coba buka komunikasi," tutupnya.

Diketahui, sidang dipimpin oleh Hakin Ketua Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.

Sementara ada empat JPU yang hadir, yaitu M. Asri, Siswandono, Januwar Dwi Nugroho, Andriansyah

Agung Sucipto sendiri hadir melalui Zoom di Lapas Klas I Makassar, di dampingi empat penasehat hukum di ruang sidang, yaitu M. Nursal, Bobby Ardianto, Afdalis, dan Fernando.

Agung Sucipto di dakwa pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor atau Pasal 5 ayat (1) huruf b. 

Kemudian dilapis atau dialternatifkan dengan pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sementara Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat selaku Sekertaris PUPR Provinsi Sulsel, diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar. 

Alasannya, agar Agung Sucipto dipilih untuk menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.

Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Laporan tribuntimur.com,AM Ikhsan

Berita Terkini