TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia dengan menggelar aksi unjukrasa atau kampanye 'Stop Kekerasan Jurnalis'.
Kampanye dilakukan di bawah jalan layang Fly Over, persimpangan Jl Urip Sumoharjo-AP Pettarani, Makassar, Senin (3/5/2021) sore.
Kampanye itu dengan membentangkan spanduk bertuliskan,'Stop Kekerasan Terhadap Jurnalis'.
Dalam rilisnya, AJI mencatat kasus kekerasan pada jurnalis dalam setahun ini mencapai 90 kasus.
Jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya sejumlah 57 kasus.
Kekerasan dengan polisi sebagai pelakunya, cukup dominan. Namun, pemerintah cenderung melakukan pembiaran terhadap kasus-kasus yang menyerang media dan jurnalis, mengakibatkan kekerasan berulang.
Salah satunya, catatan AJI Makassar dan LBH Pers Makassar, atas masus kekerasan yang menimpa Darwin Cs, pada Tahun 2019.
Penyidik menetapkan empat oknum polisi sebagai tersangka kasus dugaan kekerasan jurnalis pada tanggal 26 Februari 2020.
"Namun, kasus ini hanya mengendap di penyidik Polda Sulawesi Selatan. Tidak ada proses hukum selanjutnya. Pembiaran ini mengusik rasa tidak adil kepada korban. Kami minta kasus ini ditindaklanjuti dan harus disidangkan di pengadilan," kata Ketua AJI Makassar, Nurdin Amir dalam keterangan persnya.
Sejak 2020 hingga akhir April 2021, tren represif terhadap jurnalis tak hanya menimpa secara luring tapi meluas ke daring.
Kondisi itu kata Nuridn Amir, membuat jurnalis menghadapi tantangan yang makin kompleks di masa pandemi dan ruang aman yang kian menyempit.
Data AJI menunjukkan dalam rentang Mei 2020-akhir April 2021, telah terjadi 14 kasus teror berupa serangan digital.
Jumlah itu meliputi 10 jurnalis yang menjadi korban dan empat situs media online.
Sedangkan, apabila dilihat dari jenis serangannya yakni 8 kasus doxing, empat kasus peretasan, dan dua kasus serangan distributed denial-of-service (DDos).
Kekerasan seksual juga belum menjadi perhatian.